Rabu 30 Mar 2022 08:08 WIB

Gugatan Usia Pensiun TNI Ditolak MK, 4 Hakim Berpendapat Berbeda

Pembentuk undang-undang harus melaksanakan perubahan UU TNI

Rep: Mimi Kartika/ Red: Budi Raharjo
Foto multiple Exposure ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat memimpin Sidang Putusan  di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/3/2022).  Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Foto multiple Exposure ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat memimpin Sidang Putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/3/2022). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan perkara nomor 62/PUU-XIX/2021 mengenai pengujian materiil Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pasal ini berisi ketentuan terkait usia pensiun perwira yakni 58 tahun serta bintara dan tamtama yaitu 53 tahun.

"Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan yang diakses melalui siaran langsung Youtube MK, Selasa (29/3).

Hakim MK Arief Hidayat menjelaskan, dalam kaitannya dengan batas usia pensiun TNI yang menurut dalil para pemohon perlu disetarakan dengan batas usia pensiun Polri, hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy pembentuk undang-undang yang sewaktu-waktu dapat diubah sesuai tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada dan sesuai dengan jenis serta spesifikasi dan kualifikasi jabatan tersebut.

Selain itu, mengacu pada keterangan presiden, DPR, serta Panglima TNI sebagai pihak terkait, perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 (termasuk mengenai ketentuan batas usia pensiun TNI) telah tercantum dalam Daftar Program Legislasi (Prolegnas) Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua Tahun 2020-2024 nomor urut 131. Demi memberikan kepastian hukum, menurut MK, pembentuk undang-undang harus melaksanakan perubahan UU TNI dengan memprioritaskan pembahasannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Di sisi lain, Hakim MK Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, dan Enny Nurbaningsih menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Enny mengatakan, TNI dan Polri menggunakan golongan kepangkatan bintara dan tamtama, tetapi terdapat perbedaan dalam pengaturan batas usia pensiun prajurit dalam golongan kepangkatan tersebut. Usia pensiun bintara tamtama di kepolisian ialah 58 tahun, sedangkan di TNI ditentukan 53 tahun.

Enny menuturkan, dengan tingginya angka harapan hidup di Indonesia, sudah semestinya perlu diimbangi dengan penentuan batas usia pensiun prajurit TNI bagi bintara dan tamtama yang setara dengan usia pensiun anggota Polri. Penyetaraan ini merupakan bentuk penghargaan negara atas pengabdian yang telah dilakukan oleh prajurit yang masih berada dalam rentang usia produktif, sekaligus memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih lama atau setidak-tidaknya setara dengan yang dinikmati anggota Polri dalam jabatan yang sama atas kelangsungan hidup mereka.

Sementara itu, berkenaan dengan usia pensiun prajurit bintara dan tamtama TNI telah menjadi bagian dari materi perubahan UU 34/2004 tidak dapat dipastikan selesai dalam periode Prolegnas 2020-2024. Hal ini mengingat rencana perubahan UU 34/2004 sudah diajukan sejak Prolegnas 2010-2014 dan belum juga diprioritaskan untuk dibahas.

"Dengan demikian, dikarenakan adanya ketidakjelasan waktu penyelesaian RUU perubahan UU 34/2004, maka menurut kami, Hakim Konstitusi Aswanto, Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, berkenaan dengan batasan usia pensiuan Bintara dan Tamtama disamakan dengan usia pensiun pada anggota Polri, merupakan hal yang seharusnya dikabulkan oleh Mahkamah karena beralasan menurut hukum," kata Enny.

Gugatan tersebut dilayangkan oleh pensiunan TNI Euis Kurniasih bersama lima orang lainnya pada November 2021. Mereka memohon kepada MK untuk memberikan penafsiran usia pensiun prajurit TNI bagi bintara dan tamtama sama dengan usia pensiun anggota Polri. Adanya perbedaan usia pensiun antara TNI dan Polri itu menimbulkan ketidakadilan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement