Selasa 07 Jan 2020 17:55 WIB

Sulitnya Menghentikan Pertambangan Ilegal di Lebak

Presiden Jokowi sudah mendesak agar pertambangan ilegal disetop di TNGHS.

Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga mengambil bantuan logistik yang dijaruhkan melalui helikopter di Kampung Muhara, Lebak Gedong, Lebak, Banten, Senin (6/1/2020).
Foto: WELI AYU REJEKI/ANTARA FOTO
Sejumlah warga mengambil bantuan logistik yang dijaruhkan melalui helikopter di Kampung Muhara, Lebak Gedong, Lebak, Banten, Senin (6/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Alkhaledi Kurnialam, Dessy Suciati Saputri, Antara

SERANG -- Kepala Dinas ESDM Provinsi Banten Eko Palmadi mengungkap sulitnya menangani pertambangan ilegal (Peti) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Berbagai upaya padahal sudah dilakukan mengatasi masalah ini. Upayanya namun gagal lantaran banyaknya oknum masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan liar.

Baca Juga

Meski kawasan taman nasional bukan berada di dalam lingkup wewenangnya, ia mengaku sudah pernah melakukan berbagai langkah penanganan bersama balai besar TNGHS. Unsur kepolisian hingga TNI juga turut dilibatkan dalam kegiatan tersebut, namun tetap menemui jalan buntu.

“Ini pengalaman pribadi tahun 2003. Kita mau lakukan operasi, waktu itu Lebak itu masih ada Dinas Pertambangannya. Kita membawa polisi, bawa tentara, bawa Satpol PP. Begitu datang ke sana ada ribuan orang menghadang bawa golok, ada yang mau bakar mobil. Terus bagaimana coba? Kalau ditembaki jadi masalah, HAM urusannya, terus mau diapakan coba?” jelas Eko, Selasa (7/1).

Pemprov melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) juga disebutnya sudah melakukan upaya persuasif dengan membuat program untuk mengatasi Peti. Namun ternyata penambang tetap kembali melakukan kegiatannya.

Pertambangan ilegal di TNGHS memang menurutnya saat ini lebih banyak disorot karena adanya bencana banjir bandang yang mendera Kabupaten Lebak. Banyak pihak menduga Peti yang merusak kawasan taman nasional ini sebagai penyebab utamanya. Namun Eko menyebut bahwa dugaan ini masih harus dikaji lebih dalam, mengingat kegiatan pertambangan ini sudah berpuluh tahun terjadi di Lebak.

“Ini (banjir bandang) apakah dari gurandil? Penebangan pohon? Itu yang harus dilihat lagi. Gurandil sudah dari bertahun-tahun lalu, tapi baru sekarang ada banjir bandang besarnya juga.  Kalau sekarang ya sudah akumulasi lah, dari semua kegiatan perusakan itu jadinya ini,” tuturnya

Eko menyebut bahwa di TNGHS ada sekitar seratus lubang hasil galian untuk pertambangan emas. Namun jumlah seratus lubang tersebut hanya satuan tambang dan belum menggambarkan jumlah pelakunya. Menurutnya, dalam satu lubang bisa saja terdapat penambang emas ilegal atau gurandil sebanyak lima atau bahkan 10 orang lebih.

“Pendataan sudah ada, kita sudah serahkan ke penegak hukum. Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak itu yang kita sudah punya datanya itu seratus sekian. Kalau orangnya satu lubang bisa lima atau sepuluh lebih. Ada yang sehari dua shift,” katanya.

Kepala DLHK Provinsi Banten M Husni Hasan membenarkan, jika aktivitas penambangan liar yang disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir dan longsor di Kabupaten Lebak. Menurutnya, selain penambangan emas, hal serupa juga terjadi di aliran sungai dengan mengeruk pasirnya.

“(Penambangan ilegal) salah satunya, diduga. Dampaknya itu masih lebih kepada penggalian ilegal, gali sungai kan jadi sendimentasi, pendangkalan. Selanjutnya itu kemudian jadi air yang masuk ke ruang sungai dan akhirnya terhambat lalu jebol. Jebol itu yang membuat banjir bandangnya,” ungkapnya.

photo
Kondisi bangunan sekolah di SMPN 1 Lebak Gedong masih tertimbun material longsor di Desa Ciladaheun, Lebak, Banten, Senin (6/1/2020).

Dengan kondisi tersebut DLHK berkomitmen untuk memulihkan kondisi TNGHS dengan melakukan rehabilitasi pascapenanganan banjir dan longsor. “Kita kan sekarang tahap mitigasi, evakuasi, melayani korban. Nanti di fase rehabilitasi kita baru melakukan penghijauan kembali,” katanya.

Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan akan memulai kajian bersama terkait penyebab banjir bandang ini pada pekan depan. Penegakan hukum akan ditempuh jika memang dugaan-dugaan tentang penyebab banjir yang berkembang saat ini terbukti.

"Dari unsur BNPB dan lainnya juga sudah siap melihat langsung untuk mencari penyebab banjir bandang ini. Sementara memang dugaannya karena lahan hutan yang berkurang karena pertambangan ilegal secara besar-besaran oleh masyarakat. Jadi air membawa lumpur itu kan bahaya," terangnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Wahidin menilai harus dilakukan dengan sinergi bersama dari mulai pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. "Langkahnya akan kita koordinasikan mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati, pimpinan TNI dan Polri. Ini untuk penegakkan hukum, penelitian dan investigasi penyebanya. Akan kita lakukan mulai minggu depan di lokasi yang dimaksud," tuturnya.

Wahidin menuturkan bahwa saat ini pihaknya sedang fokus untuk penanganan para korban terdampak bencana banjir.  Terlebih terkait pembangunan hunian tetap bagi para korban di sejumlah wilayah Provinsi Banten.

"Untuk hunian tetap, itu dari pusat. Sementara untuk ganti rugi rumah warga, kita akan sesuaikan dengan pemerintah pusat, dia mampu berapa nanti kita kombinasikan," jelasnya.

Hari ini, Presiden meninjau dampak banjir di Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Di sana, Jokowi melihat dampak banjir di Pondok Pesantren La Tansa, Parakansantri, Lebakgedong.

Ponpes tersebut berada tak jauh dari aliran sungai yang meluap dan mengakibatkan banjir bandang. Tampak dampak banjir di wilayah ini merobohkan dan menghanyutkan rumah warga.

Sekitar 30 menit setelah meninjau pondok pesantren, Jokowi menengok para pengungsi di GOR Banjaririgasi, Lebakgedong dan juga memberikan bantuan. Ia juga sempat berbincang dengan anak-anak yang turut mengungsi.

Jokowi mengatakan, banjir bandang dan longsor yang terjadi di Lebak, Banten ini disebabkan oleh perambahan hutan dan penambangan emas ilegal. Presiden pun menginstruksikan agar aktivitas penambangan emas ilegal ini dihentikan.

photo
Presiden Joko Widodo (kanan) berdialog korban bencana di Desa Banjar Irigasi, Lebak, Banten, Rabu (7/1/2020).

"Tadi sudah saya sampaikan ke Pak Gubernur, Bupati agar ini dihentikan. Tidak bisa lagi karena keuntungan satu dua tiga orang, kemudian ribuan yang lainnya dirugikan dengan adanya banjir bandang ini," kata Jokowi.

Di lokasi ini, banjir merusak dan memutuskan akses 30 jembatan yang menjadi penghubung antardesa. Jokowi mengatakan Pemprov Banten nantinya akan mengerjakan dua jembatan yang rusak.

Sedangkan sisanya dikerjakan oleh Kementerian PUPR. Ia pun meminta Menteri PUPR agar perbaikan jembatan dapat segera diselesaikan dalam waktu 3-4 bulan.

Selain itu, sebanyak 19 sekolah di wilayah ini juga mengalami kerusakan. Untuk memperbaiki fasilitas sekolah, Presiden meminta Kementerian PUPR dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera menyelesaikannya.

Dampak banjir dan longsor di Lebakgedong juga dilaporkan merusak 1.410 rumah. Ia pun meminta agar rumah yang rusak segera didata secara lengkap serta mengkaji kemungkinan dilakukannya relokasi pemukiman.

Lebih lanjut, untuk mengantisipasi bencana di musim hujan ekstrem hingga Februari nanti, Jokowi meminta seluruh kepala daerah rawan bencana agar mewaspadai hal ini.

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen mengatakan banjir bandang yang terjadi di enam kecamatan di Kabupaten Lebak akibat kerusakan hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). "Kami yakin banjir bandang itu akibat kerusakan hutan di daerah hulu yakni kawasan TNGHS," ujar Husen saat dihubungi di Lebak, Jumat (3/1).

Kemungkinan curah hujan sepanjang Selasa (31/12) sampai Rabu (1/1) pagi tidak menyerap maksimal ke tanah akibat hutan gundul. "Jika curah hujan itu tidak menyerap dipastikan air hujan secara langsung menggelontor ke aliran Sungai Ciberang dengan deras disertai lumpur dan bebatuan," ujarnya.

Pemerintah dan masyarakat harus melestarikan, menjaga ekosistem serta habitat lingkungan alam di kawasan TNGHS agar tidak gundul dan lahan kritis. Untuk pelestarian hutan dan alam dengan gerakan penghijauan melalui penanaman aneka tanaman keras, seperti bambu, mahoni, rasamala, puspa, albasia dan trembesi.

Penghijauan akan menyerap maksimal air hujan ke dalam tanah. Sehingga tidak mengakibatkan bencana banjir bandang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement