Kamis 22 Oct 2020 14:36 WIB

Pesan IDI Agar Berhati-hati dengan Vaksin Covid-19

IDI tegaskan vaksin Covid-19 bisa digunakan setelah uji klinis terbukti aman.

Red: Indira Rezkisari
Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. IDI meminta pemerintah matang memutuskan penggunaan vaksin Covid-19.
Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. IDI meminta pemerintah matang memutuskan penggunaan vaksin Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Inas Widyanuratikah, Haura Hafizah, Dwina Agustin

Sejumlah daerah di Tanah Air mulai melakukan pemetaan daftar prioritas penerima vaksin Covid-19. Pemerintah mencanangkan pemberian vaksin bisa dilakukan dalam waktu secepat mungkin.

Baca Juga

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta program vaksinasi Covid-19 baru dilakukan setelah hasil uji klinik fase III keluar. IDI menganjurkan vaksin baru diberikan setelah efektivitasnya dan keamanannya terbukti.

Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih, mengatakan periu diadakan persiapan yang baik dalam pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden agar program vaksinasi ini jangan dilakukan dan dimulai dengan tergesa-gesa.

"Kemudian dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan, ada syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu vaksin yang akan digunakan sudah terbukti efektivitasnya, imunogenitasnya serta keamanannya dengan dibuktikan adanya hasil yang baik melalui uji klinik fase III yang sudah dipublikasikan," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (21/10).

Dari data yang ada, dia menambahkan, saat ini uji coba vaksinasi Sinovac di Brazil sudah selesai dilaksanakan pada 9.000 relawan. Namun hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi pada 15.000 relawan. Artinya, dia menambahkan, ada unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase III.

Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa program vaksinasi adalah sesuatu program penting namun tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. Dalam situasi pandemi, ia menyebutkan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) memperkenankan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dapat dilakukan melalui proses izin penggunaan darurat (Emergency use Authorization/EUA) untuk vaksin Covid-19 oleh lembaga yang mempunyai otorisasi untuk itu.

"Di Indonesia, lembaga tersebut adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam melakukan atau menentukan hal ini, PB IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas dan imunogenitas suatu vaksin, termasuk bila terpaksa menggunakan skema EUA," ujarnya. Pihaknya yakin bahwa BPOM akan menjaga kemandirian dan profesionalismenya.

IDI menambahkan, perlu pula mempertimbangkan rekomendasi dari Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO). Pelaksanaan program vaskinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat dan membangun jejaring untuk penanganan efek simpang vaksinasi.

"Keamanan dan efektivitas adalah yang utama selain juga kita semua ingin agar program ini berjalan lancar. PB IDI berharap agar program vaksinasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat," katanya.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menekankan, vaksin Covid-19 dibutuhkan untuk mewujudkan kekebalan massal atau herd immunity. "Mengingat virus Covid-19 berbeda dengan virus lainnya yang dapat selesai dengan herd immunity tanpa vaksin, misalkan malaria. Tetapi karena Covid-19 ini penyebarannya sangat cepat dan berbahaya bagi orang yang mempunyai penyakit penyerta, maka satu-satunya cara harus ada vaksin supaya kekebalan massal itu terbentuk," kata Bambang, dalam keterangannya, Rabu (21/10).

Ia menambahkan, vaksin yang akan digunakan harus mendapatkan izin dari BPOM. Artinya vaksin Covid-19 baru bisa digunakan bila sudah memenuhi syarat aman dan manjur (safety and efficacy). Aman dalam artian tidak ada efek samping yang serius dan manjur dalam pengertian bahwa sesuai dan cocok untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap Covid-19.

"Masyarakat atau nanti para pengguna vaksin tidak perlu khawatir, selama vaksinnya sah dan resmi sebagai vaksin Covid-19, siapa pun yang membuat dan apa pun platformnya maka itu sudah mempunyai safety & efficacy yang sudah dijamin," kata dia menambahkan.

Menurut Kementerian Kesehatan, Pemerintah telah mendapat komitmen sejumlah produsen vaksin untuk vaksinasi 9,1 juta masyarakat Indonesia pada rentang November-Desember 2020. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan ketersediaan 9,1 juta vaksin tersebut berasal dari tiga farmasi vaksin asal China, yakni, Sinovac Biotech, Sinopharm dan CanSino Biological.

Ia merinci, Sinovac Biotech telah memberikan komitmen mengirimkan vaksin Covid-19 tipe dual dose sebanyak 1,5 juta vaksin dalam dua pengiriman yakni 1,5 juta pada November dan 1,5 juta di Desember. Sementara, Sinopharm memberi komitmen pengiriman 15 juta vaksin dengan tipe dual dose, sehingga bisa untuk vaksinasi 7,5 juta orang.

Sementara, CanSino Biological memberi komitmen sebanyak 100 ribu dosis vaksin single dosis yang bisa digunakan untuk 100 ribu orang. "Kalau ditotal dari November Desember kita sudah dapat kepastian ketersediaan untuk digunakan vaksinasi bagi 9,1 juta orang," ujar Yurianto, Senin (19/10).

Yurianto mengatakan kepastian jumlah ketersediaan vaksin ini untuk dapat digunakan untuk masyarakat Indonesia tergantung izin penggunaan darurat dari BPOM dan rekomendasi kehalalan dari Kementerian Agama maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebab, Pemerintah tetap memastikan vaksin dapat digunakan secara aman baik dari manfaat yakni mencegah sakit dari virus Covid-19 maupun aman dari aspek kehalalan.

Jika kepastian didapat 9,1 vaksin itu aman dari dua perspektif itu maka vaksinasi tahap awal 2020 bisa dilaksanakan. Jika vaksinasi dilakukan, urutan yang mendapat vaksin orang yang lebih beresiko tertular yakni tenaga kesehatan di rumah sakit rujukan, diikuti petugas kesehatan di laboratorium rujukan Covid-19, tenaga kesehatan yang melakukan penelusuran kontak (contact tracing).

Sementara itu, negara yang juga akan menggunakan vaksin Sinovac yaitu Brasil membatalkan rencananya. Keputusan pembatalan pembelian vaksin Sinovac dari China disampaikan oleh Presiden Brasil, Jair Bolsonaro.

Pengumuman tersebut muncul setelah komentar media sosial anti-China oleh beberapa pendukung Bolsonaro muncul. Kondisi ini mendorong debat hangat tentang kebijakan vaksin antara presiden dan gubernur utama.

Padahal, sehari sebelum pengumuman Bolsonaro, Menteri Kesehatan Brasil, Eduardo Pazuello, mengatakan akan membeli vaksin Sinovac untuk dimasukkan dalam program imunisasi. Penambahan perusahan vaksin Covid-19 ini untuk mendukung vaksin yang telah dikembangkan AstraZeneca dan Oxford University. Inklusi itu akan bergantung pada persetujuan Badan Pengawasan Kesehatan Nasional atau ANVISA.

Pusat penelitian biomedis negara bagian Sao Paulo, Butantan Institute, pun sedang menguji vaksin Sinovac. Gubernur Joao Doria berharap mendapat persetujuan peraturan pada akhir tahun untuk mulai memvaksinasi warga pada Januari.

Hanya saja, Bolsonaro menyatakan Pazuello telah menyalahartikan selama pertemuan dengan Gubernur Brasil. "Yang pasti, kami tidak akan membeli vaksin China," kata Bolsonaro di media sosial menanggapi seorang pendukung yang mendesaknya untuk tidak membeli vaksin tersebut.

Setelah pernyataan Presiden, pejabat Kementerian Kesehatan Elcio Franco mengatakan, semua vaksin akan melalui persetujuan kesehatan federal, tetapi pemerintah tidak tertarik pada vaksin China. Pengumuman ini pun membuat para gubernur negara bagian terkejut.

Gubernur negara bagian Maranhao, Flavio Dino, mengatakan ada kemarahan umum. Beberapa gubernur lainnya mendesak agar vaksin dievaluasi berdasarkan sains saja.

Bolsonaro yang merupakan pemimpin sayap kanan ini memiliki kedekatan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Kondisi ini membuatnya menyampaikan pernyataan yang meremehkan tentang China di masa lalu, meskipun China adalah mitra dagang terbesar Brasil.

Meski pemerintah federal telah menyampikan ketidaksetujuan atas vasksin dari Sinovac, Direktur Butantan Institute, Dimas Covas, mengatakan pembuatan 46 juta dosis vaksin akan terus berjalan. Kemungkinan vaksin dari perusahan China ini akan tersedia bahkan jika tidak termasuk dalam program imunisasi federal.

Brasil telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di dunia akibat pandemi virus korona. Lebih dari 5 juta infeksi terjadi dan hampir 155.000 jiwa meninggal dunia akibat Covid-19, dilansir dari Reuters.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement