Kamis 11 Aug 2022 19:17 WIB

Risma: UU Pengumpulan Uang Filantropi Harus Diubah

Risma tak ingin ada lagi kasus penyelewengan dana donasi seperti yang dilakukan ACT

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Sosial Tri Rismaharini
Foto: Republika/Febryan. A
Menteri Sosial Tri Rismaharini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) harus direvisi. Dia tak ingin terjadi lagi kasus penyelewengan dana donasi seperti yang dilakukan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

"Saya tahu undang-undangnya harus diubah," kata Risma saat rapat pembentukan tim khusus pengawas lembaga filantropi bersama sejumlah kementerian/lembaga di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, ujar dia, merevisi sebuah undang-undang butuh waktu lama. Sebab, harus melewati proses legislasi terlebih dahulu di DPR. Lantaran butuh waktu lama untuk merevisi UU, akhirnya Risma memutuskan membentuk tim khusus pengawas lembaga filantropi. Tim khusus yang akan diresmikan pada akhir Agustus 2022 ini bertugas mengawasi dan mengecek kepatuhan semua lembaga filantropi pemegang izin PUB terhadap ketentuan berlaku.

Tim khusus itu juga akan mengevaluasi pasal-pasal dalam UU PUB yang belum pernah direvisi dalam 61 tahun terakhir itu. "Tim khusus ini saya harapkan bisa bekerja paralel mengubah UU Sembari melakukan pengawasan. Saya tidak ingin kecolongan lagi," kata Risma.

Untuk diketahui, Kemensos mencabut izin lembaga ACT karena kedapatan menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan hanya memperbolehkan penggunaan dana donasi untuk operasional paling banyak 10 persen.

Di sisi lain, Polri juga tengah menyidik kasus dugaan penyelewengan dana berjumlah puluhan miliar rupiah di ACT. Sejauh ini, empat pimpinan lembaga itu sudah dijadikan tersangka. Polisi menyatakan, empat tersangka menggunakan dana donasi untuk gaji mereka yang besar, dan untuk sejumlah perusahaan serta kegiatan yang tak sesuai peruntukan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement