Rabu 28 Sep 2022 06:30 WIB

Ketidaknetralan Empat Juta ASN Berpotensi Mendelegitimasi Hasil Pemilu

Kemendagri mengakui ASN tak berdaya menolak paksaan mendukung salah satu calon.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Politik dan PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Politik dan PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus netral saat gelaran Pemilu 2024. Sebab, ketika empat juta ASN di seluruh Indonesia berpihak, maka pemilu jadi tidak adil.

"ASN itu jumlahnya tidak banyak memang, mungkin empat juta atau 4,3 juta orang, tapi dia memiliki kekuasaan. Dia memiliki power, pengikut, dan sumber daya," kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar dalam Rakornas Bawaslu terkait netralitas ASN, yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (27/9/2022).

Baca Juga

Karena itu, Bahtiar mengaku setuju dengan indeks kerawanan pemilu versi Bawaslu, yang menempatkan netralitas ASN sebagai faktor dominan penentu keadilan pemilu. Ia pun menegaskan para ASN harus 'dikendalikan' saat pemilu agar tak berpihak kepada salah satu calon maupun partai politik.

Jika tidak dikendalikan, dampaknya bisa sangat besar terhadap pemilu. Menurutnya, ketidaknetralan ASN, selain ketidaknetralan penyelenggara pemilu, bisa membuat rakyat dan kontestan menolak hasil pemilihan.

"Bayangkan kalau sudah capek-capek kita laksanakan pemilu, menghabiskan uang banyak, tapi hasilnya tidak diterima dan tidak dipercaya oleh rakyat dan kontestan. Faktor yang mempengaruhi itu semua adalah netralitas ASN," ujar Bahtiar.

Dia pun mengeklaim Kemendagri, termasuk Mendagri Tito Karnavian, mendukung 100 persen upaya penegakkan netralitas ASN saat pelaksanaan Pemilu 2024. Kemendagri mendorong agar upaya penegakkan netralitas ini bisa dilakukan semakin baik ke depannya.

Dalam kesempatan tersebut, Bahtiar juga menyampaikan situasi dilematik yang dihadapi para ASN dalam menjaga netralitas. Menurut dia, ASN sebenarnya tidak berdaya menolak paksaan untuk mendukung salah satu calon. Jika menolak, jabatannya bisa hilang ketika si calon berhasil menang dan menjadi kepala daerah.  

Contoh nyatanya ditemukan sendiri oleh Bahtiar ketika menjadi Penjabat Gubernur Kepulauan Riau pada 2020 lalu. Dia mendapati sejumlah ASN di sana memberikan dukungan pada salah satu calon gubernur yang sedang berkontestasi. Bahtiar lantas mengumpulkan para ASN yang tak netral itu, lalu menegur semberi melontarkan ancaman kepada mereka.

"Rupanya mereka tidak takut dengan saya. 'Pak, saya lebih takut berhenti jadi kepala dinas dari pada bapak ancam saya'," kata Bahtiar.

"Jadi, memang ada situasi ketidakberdayaan teman-teman ASN," imbuhnya.

Bahtiar mengatakan, kendati ketidakberdayaan ASN itu adalah fakta, tapi aturan yang berlaku tetap akan menjerat mereka yang tak netral saat Pemilu. Aturan yang ada saat ini belum didesain untuk menjerat orang yang memaksa dan meneror ASN agar berpihak pada salah satu calon.

Hukum positif yang mengatur netralitas ASN adalah UU Pemilu dan sejumlah Surat Keputusan Bersama (SKB). "Apabila ASN tidak netral, maka ada konsekuensi hukum, mulai dari hukuman paling ringan sampai hukum yang terberat," ujar Bahtiar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement