Jumat 02 Aug 2019 02:27 WIB

Saran Walhi kepada Pemerintah untuk Cegah Karhutla

Walhi sarankan tinjau ulang izin konsesi lahan yang terbakar

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Hasanul Rizqa
Petugas dari Satgas Karhutla Provinsi Riau berusaha memadamkan bara api yang membakar lahan gambut di Desa Karya Indah, Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (26/07/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Petugas dari Satgas Karhutla Provinsi Riau berusaha memadamkan bara api yang membakar lahan gambut di Desa Karya Indah, Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (26/07/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyayangkan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi berulang kali di Indonesia dari tahun ke tahun. Dalam hal ini, WALHI memberi sejumlah saran kepada pemerintah Indonesia agar karhutla tak terjadi lagi pada tahun-tahun mendatang.

Demikian disampaikan Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu A Perdana. Pertama-tama, menurut dia, pemerintah perlu meninjau ulang izin konsesi, khususnya lahan konsesi yang terbakar.

Baca Juga

"Tidakan lebih jauh, bisa dilakukan pencabutan izin konsesi pada lahan konsesi korporasi yang terbakar berulang," kata Wahyu A Perdana dalam siaran pers, Kamis (1/8).

Wahyu mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait karhutla. Ia memandang upaya peninjauan kembali (PK) yang dilakukan pemerintah saat ini tidak relevan serta melukai hati rakyat.

"Apalagi di tengah fakta bahwa titik api dan kabut asap masih terus meningkat angkanya," ujarnya.

Kemudian, ia meminta

Presiden Jokowi segera mengeluarkan moratorium permanen hutan primer dan ekosistem gambut yang selama beberapa pekan lalu menjadi wacana. Menurutnya, upaya moratorium ini wajib mempertimbangkan wilayah kelola rakyat.

"Karena selama ini bergenerasi-generasi hidup selaras dengan alam pada kawasan hutan dan ekosistem gambut," ucapnya.

Wahyu juga mendesak adanya penghormatan dan perlindungan kearifan lokal masyarakat untuk  mengolah lahan pertanian turun temurun selama ini. Ia memandang dalam upaya antisipasi Karhutla, negara harus berpihak pada masyarakat termasuk kearifan lokalnya yang juga dilindungi Undang-undang.

"Masyarakat di akar rumput yang selama ini melakukan pembersihan lahan secara terkendali untuk mengusahakan pemenuhan pangannya melalui pertanian turun temurun dengan praktik kearifan lokalnya mesti dirangkul, bukan malah ditakuti dan dianggap ‘penjahat’, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir," tegasnya.

Diketahui, dari Januari-Juli 2019 secara nasional tercatat 4.258 titik panas (2.087 diantaranya berada di kawasan konsesi dan KHG), Dibandingkan dengan data konsesi yang berada di KHG, tercatat ada 613 perusahaan yang beroperasi di KHG (453 konsesi HGU, 123 konsesi IUPHHK-HT, dan 37 konsesi IUPHHK-HA). Hampir mencapai setengah dari titik panas yang tercatat sepanjang tahun 2018 (sebanyak 8.617 titik panas).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement