Rabu 15 Dec 2021 16:43 WIB

Sekitar 180 Ribu Pegawai Pemerintah Pusat Ikut Pindah ke Kaltim

Pegawai pusat dituntut mampu menyatu dengan kehidupan masyarakat di Provinsi Kaltim.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Alat berat dikerahkan untuk pembangunan infrastruktur di kawasan yang masuk ke dalam wilayah ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, provinsi Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019).
Foto: Antara/Akbar Tado
Alat berat dikerahkan untuk pembangunan infrastruktur di kawasan yang masuk ke dalam wilayah ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, provinsi Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PENAJAM -- Sedikitnya 180 ribu pegawai pemerintah pusat bakal dipindah ke wilayah ibu kota negara Indonesia yang baru di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Para pegawai dari Jakarta harus boyongan mengikuti perpindahan perkantoran yang berdiri di ibu kota baru.

"Soal ibu kota negara baru, pemerintah pusat sudah siap 100 persen," ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Muliadi saat ditemui di Penajam, Kaltim, Rabu (15/12). Berdasarkan informasi dari pemerintah pusat, ada pemindahan pegawai sejumlah 180 ribu orang.

Baca Juga

Tahapan pemindahan pegawai tersebut, kata Muliadi, selain memahami tupoksi pekerjaan, juga dituntut mampu menyatu dengan kehidupan di Provinsi Kaltim. Dia menyatakan, para pegawai dan warga pindahan dari luar daerah Kaltim harus bisa berbaur dengan masyarakat setempat agar tidak terjadi gesekan.

Pemahaman lainnya, yakni menyangkut wawasan kebangsaan, menurut dia, perlu juga memahami konteks wilayah kedaerahan dan kearifan lokal Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kukar. "Begitu juga warga lokal perlu diberikan pemahaman bahwa saat ini bukan merupakan daerah lagi, tetapi wilayah ibu kota negara Indonesia," ujar Muliadi.

"Kedua pemahaman itu harus disambungkan antara pendatang dan masyarakat lokal, jadi perlu perhatian dan cara khusus untuk menyatukan itu," kata Muliadi menambahkan.

Bisa juga melibatkan seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menanamkan konteks wawasan kebangsaan, karena permasalahan tersebut tidak bisa dianggap sederhana. Wawasan kebangsaan tersebut harus benar-benar ditanamkan, karena kepentingan negara, menurut Muliadi, bukan kepentingan daerah atau segelintir orang.

Muliadi berharap menanamkan wawasan kebangsaan menjadi pertimbangan agar Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara segera disahkan tanpa ada kekurangan. Dengan begitu, proses pemindahan ibu kota bisa segera terwujud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement