REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Sebuah aliansi kelompok milisi menyatakan telah mengambil alih Bandara Tripoli setelah baku tembak dengan kelompok bersenjata lainnya. Aliansi kelompok milisi, yang terdiri dari grup milisi Islamis dan gabungan sejumlah kelompok milisi, mengaku telah mengendalikan bandara meski mengalami serangan udara untuk kali kedua dalam pekan ini.
Juru bicara aliansi menuding serangan itu didalangi militer Mesir dan Uni Emirat Arab, dua negara yang diduga berada di balik serangan melawan kubu milisi Islamis di Libya. Laporan ini merupakan kemunduran bagi kelompok milisi lainnya di Kota Zintan. Kelompok yang menjadi sekutu Jenderal Khalifa Haftar itu melancarkan aksi serangan sejak awal tahun ini guna melawan pemerintahan Libia yang didominasi milisi Islamis.
Milisi dari Zintan sebelumnya telah mengendalikan Bandara Tripoli selama nyaris tiga tahun terakhir. Berdasarkan laporan BBC di Tripoli, Libya telah diguncang konflik antarkelompok milisi sejak pemberontakan terhadapm mantan presiden Muammar Qaddafi memuncak pada 2011 lalu.
Bahkan, rivalitas antarkelompok milisi akhir-akhir ini merupakan yang terburuk sejak penggulingan Muammar Qaddafi. Beberapa ratus orang tewas akibat pertempuran antarkelompok milisi pada Juli lalu dan ribuan warga telah meninggalkan rumah mereka.
Sejumlah pengamat mengatakan hubungan antarkelompok milisi di Libia saat ini sangat rumit. Partai-partai politik pun berafiliasi dengan kelompok-kelompok tertentu.
Namun, dari pemantauan BBC di Tripoli, rivalitas belum tentu didasari ideologi antara kubu Islamis dan nasionalis. Sebab, beberapa kelompok milisi berperang demi eksistensi mereka dan kekuasaan di kawasan-kawasan tertentu di Libya. Sebagian besar pertempuran terjadi di sekitar Tripoli dan Benghazi. Adapun pejabat-pejabat senior berada di Kota Tobruk, bagian timur negeri, lokasi parlemen baru Libya.