REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin berkeras bahwa mobil Toyota Harrier merupakan hasil "fee" proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang,Bogor.
Nazaruddin menjadi saksi untuk terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
Dalam dakwaan Anas, jaksa penuntut umum KPK menyebutkan bahwa Anas mendapat satu mobil Toyota Harrier B 15 AUD seharga Rp670 juta dari Anugerah Grup.
Pemberian mobil tersebut bermula dari pertemuan yang dihadiri Anas, mantan bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin, mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor, direktur PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso dan direktur PT Msons Capita Munadi Herlambang yang membicarakan proyek P3SON Hambalang sehingga disepakati pemesanan mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta.
"Saudara terdakwa dan pengacaranya pertama kali mengatakan tidak ada mobil Harrier, tapi setelah ditunjukkan BPKB-nya dinilai palsu, kemudian mengatakan mobil itu nyicil, baru kemudian dikatakan lagi oleh mas Anas itu dari duit SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), selanjutnya mengatakan saya dikasih Nazar, baru kemudian mengatakan diangsur, dan dijual dan diberikan ke saya, saya mau menunjukkan betapa tipu-tipunya," jelas Nazaruddin
Menurut Nazar, ia dan Anas datang ke dealer mobil "Duta Motor" untuk mencari mobil namun saat itu hanya ada mobil warna "silver" padahal Anas menginginkan mobil warna hitam.
"Mas Anas maunya yang hitam baru ada kemudian mobil datang ke kantor (Permai Grup) di Casablanka dari PT Adhi Karya, tapi karena waktu itu uang tinggal Rp200 juta jadi dibayar pakai cek Rp520 juta dan 'cash' Rp150 juta, hanya itu pembayaran Harrier," tambah Nazaruddin.
Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.
Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.