Rabu 27 Aug 2014 21:43 WIB

Penasihat Hukum Sayangkan Vonis Hendra 'OB'

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
 Terdakwa kasus videotron Hendra Saputra (kiri) menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (5/6).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Terdakwa kasus videotron Hendra Saputra (kiri) menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tervonis kasus dugaan korupsi proyek videotron di Kementerian Koperasi dan UKM, Hendra Saputra menyatakan pikir-pikir atas hukuman penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim.

Sejauh ini, dia merasa perlu melakukan diskusi lebih mendalam dengan tim penasihat hukum yang selama ini secara sukarela membantunya.

 

"Sementara pikir-pikir, semoga ini keputusan yang terbaik buat saya," ujar dia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (27/8).

 

Meski berusaha tegar, Hendra tak dapat meutupi kesedihaanya. Sekaan air mata kerap ia lakukan usai mendengar putusan.

Pun demikian dengan istri Hendra, Dewi Nur Afifah. Meski sedih, wanita yang selalu setia menemani rangkaian sidang suaminya ini berharap terbaik bagi Hendra. "Semoga tidak ada banding dari pak jaksanya," kata Dewi.

 

Adapun tim kuasa hukum Hendra mengaku keberatan dengan vonis penjara yang diberikan. Mereka menyayangkan Hendra tetap harus dipenjara meski telah diakui Majelis Hakim kliennya merupakan korban dari pihak lain.

 

Anggota tim kuasa hukum Hendra Unoto Dwi Yulianto mengatakan, kliennya sebenarnya pantas bebas dari segala tuntutan. Atas vonis ini, Unoto khawatir akan ada modus baru tindak pidana korupsi dengan memanfaatkan bawahan.

 

"Ini bisa saja jadi modus baru. Anak buah jadi tameng, pelaku asli bisa terbebas," kata dia di tempat yang sama.

 

Sebelumnya, Majelis Hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp 50 subsider satu bulan kurungan kepada Hendra. Meski menilai Hendra telah diperdayai oleh atasannya, namun Majelis Hakim melihat Hendra tetap terlibat dalam perbuatan melanggar hukum.

 

"Dia tidak melawan saat dijadikan Direktur PT Imaji Media dan menandatangani dokumen penawaran PT Imaji Media untuk pengerjaan videotron tahun 2012. Kemudian ia juga tidak menolak untuk menandatangani kwitansi pembayaran uang muka dari kontrak atas pekerjaan videotron," kata Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati membacarakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement