REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Pol Yurod diperiksa saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Sebelumnya, atasan Yurod, deputi penindakan KPK Ade Rahadja juga pernah diperiksa.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja, mengatakan, hal itu menjadi pekerjaan rumah KPK agar tidak ada lagi penyidik yang main-main dengan kasus yang sedang disidik KPK.
"Saya rasa itu perlu didalami. Apakah ada potensi korupsi," kata Adnan saat dimita komentar mengenai mantan penyidik KPK yang diperiksa, Kamis (28/8).
Untuk itu kata Adnan, setiap orang yang masuk KPK harus diperingati untuk bisa menjaga komitmennya selama bertugas di KPK. "Kenapa orang yang masuk KPK selalu diberikan induksi," ujarnya.
Setelah menyelesaikan pemeriksaannya, mantan Direktur Penyidik KPK Brigadir Jenderal Pol Yurod enggan memberikan komentar. "Enggak, enggak, enggak," kata Yurod sambil tertawa.
Yurod yang mengenakan kemeja biru dongker itu pun terus berlari dengan tak memperdulikan wartawan. Dia mengaku tidak ditanya seputar aliran dana Hambalng ke penyidik KPK, seperti yang disampaikan Nazaruddin. "Bukan, hanya komunikasi biasa saja," terang Yurod.
Yurod diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Machfud. Pemanggilan Yurod merupakan yang perdana. Dia pun hanya diperiksa satu setengah jam di ruang penyidikan.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Machfud Suroso selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras sebagai tersangka. Machfud ditetapkan, setelah KPK sebelumnya menetapkan Deddy Kusdinar, Andi Alifian Mallarangeng, dan Teuku Bagus Muhammad Noor sebagai tersangka.
KPK menjerat Machfud dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Jika dilihat dari konstruksi pasalnya, Machfud diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Pasal ini juga diterapkan KPK dalam menetapkan Andi, Deddy, dan Teuku Bagus sebagai tersangka.