REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN -- Pekerja medis di pusat perawatan ebola milik pemerintah Sierra Leone berunjuk rasa. Mereka menuntut gaji dan kondisi kerja yang lebih baik.
"Pekerja memutuskan berhenti bekerja karena gaji belum dibayar dan kami kekurangan sejumlah alat," ujar kepala pengawas sebuah klinik di timur Sierra Leone, Kenema, Ishmael Mehemoh, Sabtu (30/8).
Para pekerja kesehatan kekurangan pakaian pelindung untuk menghindari mereka dari infeksi ebola. Mehemoh mengatakan, mereka hanya memiliki sebuah tandu yang digunakan untuk membawa pasien dan jenazah. Itupun sudah rusak sehingga meningkatkan risiko infeksi.
Selain kekurangan sumber daya, perawat dan tim yang bertugas menguburkan jenazah di Kenema mengatakan, pemerintah berhenti membayar upah mereka sebesar 50 dolar AS perpekan.
Sierra Leone mempunyai satu lagi pusat penanganan ebola. Namun, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menutup laboratorium itu pekan ini dan menarik stafnya dari fasilitas di Kailahun setelah seorang pekerja medis terinfeksi virus.
Menteri Kesehatan Sierra Leone yang baru Abubakar Fofana mengatakan dokter di klinik tersebut, Sahr Rogers, telah meninggal.
"Dengan penuh penyesalan, kita telah kehilangan salah satu dokter terbaik kita dalam tugas di saat kita sangat membutuhkan bantuan mereka memerangi virus ebola," kata Fofana, dilansir dari Radio Australia.
Pemerintah Sierra Leone sedang berjuang mengatasi epidemi ebola terburuk dalam sejarah. Wabah ini telah merenggut lebih dari 1.550 nyawa di seluruh Afrika Barat. Tingkat infeksi penyakit ini terus meningkat.