REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penyerangan penduduk Eropa terhadap Muslim terus meningkat, namun para
pengamat menganggap politisi Eropa mengabaikan masalah tersebut. Mereka dianggap gagal memantau atau mengumpulkan statistik tentang fenomena mengkhawatirkan tersebut.
"Terlalu sedikit negara anggota Uni Eropa yang mengumpulkan data tentang kejahatan itu," ujar Andrusz dari Badan Uni Eropa untuk Hak Fundamental, seperti dilansir dari Onislam.net, Jumat (29/8).
Ia menjelaskan, sebenarnya sudah lama Badan Uni Eropa, menghimbau pemerintah Eropa untuk mengumpulkan dan mempublikasikan data tersebut.
Di Inggris, pemerintahnya meluncurkan organisasi Tell Mama, yang bertugas mengumpulkan bukti statistik kejahatan akibat Islamophobia. Pada Januari 2012, mereka mulai mengumpulkan data insiden kekerasan dan permusuhan terhadap umat Islam, baik dalam kehidupan nyata atau lewat online.
Menurut Fiyaz Mughal, Direktur Tell Mama, organisasinya telah menyusun daftar hampir 1.200 serangan di England dan Wales selama 18 bulan. Tercatat jumlah serangan anti-Islam meningkat hampir sepuluh kali lipat, setelah pembunuhan Drummer Lee rigby pada 2012. Jumlah serangan pun meningkat secara online, seperti di Facebook, dan Twitter.
“Ini sebenarnya demi kepentingan negara-negara untuk mengetahui insiden apa yang terjadi dan terhadap kelompok mana, sehingga masalah dapat ditangani,” kata Andrusz. Ia menambahkan, kesadaran terhadap masalah ini meningkat secara bertahap.
Pada 2013, hanya enam dari 28 negara Uni Eropa mencatat insiden Islamophobia. Beberapa menempatkan mereka dalam kategori yang sama seperti kasus kejahatan, termasuk terhadap orang-orang Yahudi, Kristen, homoseksual dan berbagai kelompok minoritas.