REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dorongan rancangan undang-undang tentang kehalalan produk makanan dan kosmetika seharusnya segera ditetapkan. Sebab undang-undang tersebut akan memproteksi umat Islam dari konsumsi makanan yang tidak halal.
Tidak adanya aturan jelas mengenai labelisasi halal, membuat umat islam terancam mengkonsumsi makanan yang terbuat dari unsur haram. Pendapat itu diungkapkan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim.
Dia mengatakan masa kerja Tim Perumus RUU tersebut akan berakhir pada 30 September 2014. Jika pemerintah tidak menetapkan RUU Halal, berarti pemerintah justru tidak memberi jaminan terhadap umat muslim.
Padahal umat Islam memiliki hak untuk mengetahui kehalalan sebuah produk sebelum mengkonsuminya. “Contoh saja, saya sebagai orang Islam, berhak mengetahui ini produk halal atau haram?” ujar Lukmanul Hakim kepada ROL, Selasa (2/9).
Label halal pada setiap makanan akan membantu umat Islam untuk menentukan pilihan makanan yang akan dikonsumsi. Lukman menjamin, upaya labelisasi produk ini tidak akan merugikan pihak manapun. Justru, menurut dia, dengan labelisasi halal pada produk, bisa menjadi nilai lebih dalam industri makanan.
Lukmanul berpendapat, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menghindarkan produk non-halal dari kalangan muslim. Atau, kata dia, setidaknya memberi keterangan ketidakhalalan sebuah produk.
Menurut dia, saat ini banyak produk yang mengandung unsur babi dan dijual di pasaran. “Sementara, orang Islam membeli dan mengkonsumsi produk tersebut,” ujar dia. Hal itu dikarenakan tidak adanya label pada produk tersebut.
“Prinsipnya, tidak boleh ada produk yang tidak ada label (halal atau non-halalnya),” ujar Lukmanul. Untuk itu, dia berharap agar pemerintah segera mengesahkan RUU Halal yang sedang dibahas.