REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menindaklanjuti perkara hukum yang menjerat Gubernur Banten nonaktif, Atut Chosiyah.
Selain mengajukan banding atas putusan hakim pengadilan tipikor atas kasus suap pilkada Kabupaten Lebak, Banten, KPK juga akan melanjutkan penyidikan pada kasus Atut lainnya.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, masih terdapat dua kasus lain yang menjerat Atut. Yaitu dugaan korupsi pada pengadaan alat kesehatan serta pemerasan di Banten.
Selain itu, KPK juga berencana menjerat Atut dengan dugaan tidak pidana pencucian uang (TPPU).
Bambang menyatakan, akan berfokus pada penyidikan kasus alkes Banten. Sedangkan soal TPPU, KPK masih mengumpulkan bukti lebih lanjut.
"Sekarang konsentrasi di alkes Banten. Proses penyidikannya sedang berjalan," kata Bambang di kantornya, Selasa (2/9).
Namun, Bambang tidak menutup kemungkinan menindaklanjuti dugaan TPPU Atut dalam penyidikan alkes Banten. Bahkan, bisa saja alkes Banten dan TPPU disatukan dalam tuntutan berikutnya.
"Bahkan dalam TPPU, sampai sidang sedang berjalan kalau kemudian ditemukan aset hasil kejahatan masih bisa ditarik dan dimasukkan dalam tuntutan," paparnya.
Seandainya kasus alkes Banten sudah terlanjur tutup berkas, Bambang menyatakan, KPK akan terus menyidik TPPU Atut. Karena dua kasus tersebut bisa diajukan secara terpisah. "Bisa, dong. Bisa dipisah," tegas Bambang.
Harta hasil korupsi Atut diduga dilarikan dalam bentuk investasi seperti di bidang perhotelan. Terkait pengelolaan keuntungan perusahaan yang dibangun dari hasil TPPU, KPK belum memiliki unit khusus.
"Yang sekarang dimiliki KPK itu unit asset tracing. Pengelolaan aset itu nanti kalau aset sudah disita. KPK sekarang sedang menjajaki kerja sama dengan institusi lain untuk pengelolaan aset," ungkap Bambang.
Terkait dissenting opinion pada putusan kasus suap pilkada Atut, Bambang menilai hal itu wajar terjadi. Namun, hal itu tak akan mengganggu upaya banding KPK. "Jadi KPK strateginya bukan hanya banding terhadap putusan itu," tegas Bambang.