REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Usai menghadirkan lebih dari 95 saksi fakta dalam 21 kali persidangan, kasus Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum mulai mendekati babak final. Dalam sidang hari ini Rabu (3/9) dua orang pakar hukum hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai saksi ahli.
Mereka adalah Ahli Hukum Tata Negara Prof Yusril Izha Mahendra dan Ahli Hukum Pidana Prof Erman Rajagukguk. Keduanya diminta penjelasan mengenai posisi hukum seorang penyelenggara Negara.
Di sesi pertama, Yusril bersaksi terlebih dulu mengenai hukum tata Negara menyangkut posisi seseorang di struktur partai politik dan jabatan negara. Diminta keahliannya tentang hal ini, Yusril menjelaskan bahwa seorang sipil baru dinyatakan penyelenggara Negara setelah dilantik secara resmi di bawah sumpah.
Penjelasan Yusril, merupakan tanggapan dari pertanyaan Anas soal posisinya terkait pemberian Harrier 2009 terkait Hambalang. “Jadi apakah bila sebatas baru penetapan terpilih dari KPU, seseorang sudah bisa dijerat dengan pasal hukum bagi penyelenggara Negara ?,” kata Anas.
“Jelas tidak bisa,” kata Yusril
Pria bergelar Professor hukum ini lalu menerangkan bahwa menilik dari keabsahannya, sseorang disebut apartur Negara bila sudah dilegalisasi otoritas yang memilik hak melantik. Untuk itu, kata dia, orang tersebut tak bisa dijerat dengan hukum penyelenggara Negara karena belum ditetapkan sebagai anggota DPR.
“Seseorang tersebut belum dilantik sehingga tak memiliki hak serta kewenangan sebagai Anggota DPR, tentu tak bisa juga dijerat dengan hukum sebagai anggota DPR” ujar Yusril.
Pertanyaan Anas dan Paparan Yusril merujuk pada posisi mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu terkait tudingan penerimaan Harrier. Mobil mewah yang asalnya didakwakan diterima Anas dari perusahaan pemenang tender Hambalang, PT Adhi Karya, belakangan disebut oleh semua saksi sebenarnya berasal dari Permai Grup. Meski lolos dari tudingan pemberian bukan sebagai bentuk terimakasih Adhi Karya kepada Anas, namun jerat lain tetap membelit Anas.
Yakni terkait kesaksian pemilik Permai Grup, Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni bahwa mobil tersebut didapat dari hasil proyek. Pemberian itu dilakukan pada September 2009 setelah Anas terpilih sebagai Anggota DPR RI. Namun, Anas yakin Harrier itu bukan gratifikasi karena pada saat itu ia tak terlibat proyek Hambalang mengingat dia belum sah menjadi anggota DPR.
“Saya dilantik dan diambil sumpah Oktober 2009, jadi saya baru menjadi anggota DPR per bulan Oktober,” kata Anas.