REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menegaskan bahwa kewenangan untuk mengganti nama Bandara Internasional Minangkabau (BIM) berada di Kementerian Perhubungan.
"Bandara merupakan aset pemerintah pusat, karena itu kewenangan untuk mengganti namanya juga berada di pusat," katanya di Padang, Kamis.
Terkait wacana perubahan nama BIM menjadi nama pahlawan asal Sumbar, Irwan mengatakan bahwa hal itu tidak ada larangan. Tetapi untuk melakukannya harus ada mekanisme dan proses yang dilalui.
"Jangan ada polemik pro-kontra di tengah-tengah masyarakat dan juga harus ada persetujuan DPRD Provinsi Sumbar," kata Irwan menegaskan.
Agar tidak ada polemik, Irwan Prayitno mengusulkan untuk menggelar seminar terbuka yang membahas wacana itu. "Dengan adanya seminar terbuka diharapkan muncul kesimpulan apakah perlu diganti atau tidak," kata dia.
Keterlibatan DPRD, menurut Irwan, juga sangat penting, karena DPRD merupakan perwakilan masyarakat. "Tanpa persetujuan masyarakat melalui DPRD, tidak elok jika wacana itu dilanjutkan," kata dia.
"Jika memang telah disetujui oleh semua pihak, kita tinggal mengirimkan surat ke Kementerian Perhubungan untuk ditindaklanjuti," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar M. Sayuti Dt. Rajo Pengulu di Padang mengatakan bahwa pemilihan nama Bandara Internasional Minangkabau ikut mempertimbangkan rasa keadilan untuk masyarakat Sumbar secara umum.
"Dalam proses penentuan namanya, banyak juga usulan yang diberikan, termasuk nama-nama pahlawan asal Sumatera Barat, namun untuk mendahulukan rasa keadilan kita memilih menggunakan nama BIM," kata dia.
Dia berharap, nama yang telah disepakati itu, telah memperkenalkan Minangkabau ke dunia internasioanl, hendaknya tidak dimentahkan kembali untuk diubah dengan nama lain.