REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Dua pemain asing Perseta Tulungagung asal Kamerun, Antony Wiliam dan Banaken Basoken, mengadu kepada Ketua PSSI setempat, karena selama tiga bulan tidak mendapatkan gaji dari manajemen klub sebagai haknya.
"Kami ingin PSSI mengambil inisiatif dalam menangani persoalan yang dihadapi pemain. Sudah tiga bulan kami tidak dibayar oleh manajemen Perseta," kata William Antony sebelum bertemu Ketua PSSI Tulungagung, Jatim, Supriyono, Rabu (3/9).
Antony Wiliam yang berposisi sebagai penyerang di tim Divisi Utama Perseta, tidak datang sendirian menemui ketua PSSI di kantor DPRD Tulungagung. Dengan mengendarai dua sepeda motor, Antony memasuki pelataran gedung dewan bersama rekannya Banaken Masoken yang berposisi sebagai bek tengah dan seorang pemain lokal bernama Sambung.
Awalnya Banaken dan Antony menolak berkomentar ke media dengan alasan masih menunggu konsultasi dengan Ketua PSSI Tulungagung Supriyono, yang juga menjabat sebagai Ketua sementara DPRD setempat. Antony baru bersedia bercerita banyak setelah rekan, Sambung, menjawab beberapa pertanyaan wartawan mengenai latar belakang masalah yang dihadapi 22 pemain Perseta, termasuk dirinya dan Banaken.
"Rasanya kami sudah tidak bisa percaya lagi dengan Anas (ketua Perseta Tulungagung Anas Sulaiman, red). Dia selalu saja menghindar tiap kali kami berusaha menemui," tuturnya.
Akibat tidak menerima gaji selama tiga bulan, Antony dan Banaken mengaku kesulitan untuk bertahan hidup di Tulungagung, karena sama sekali tidak memiliki uang untuk biaya makan. Ia mengaku saat ini ingin pulang ke negaranya, Kamerun, setelah babak penyisihan kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia menyelesaikan pertandingan.
"Tapi, saya harus menerima dulu hak gajiku selama tiga bulan. Kalau tidak bagaimana mau pulang. Padahal kami harus ke Jakarta dulu dan menunggu sepekan untuk pengurusan tiket pulang Kamerun dan itu butuh biaya tidak sedikit," tambah Antony.
Antony merupakan salah satu pemain bergaji tinggi di Perseta, yang berdasarkan ikatan kontrak kerja menerima gaji bersih Rp 15 juta per bulan. "Gaji pokoknya sesuai kontrak Rp 11,5 juta, ditambah tunjangan dan fasilitas lain-lain sehingga totalnya Rp 15 jutaan. Banaken saya tidak tahu, tapi sepertinya masih sedikit di bawah (gaji) aku, karena dia kontrak saat kompetisi sudah berjalan," ungkapnya.
Menanggapi keluhan kedua pemain asing asal Kamerun tersebut, Ketua PSSI Tulungagung Supriyono mengaku tidak bisa melakukan intervensi terlalu dalam, karena Perseta Tulungagung merupakan organisasi tersendiri yang bersifat otonom. "Saya hanya bisa memfasilitasi. Barusan saya kirim utusan agar memanggil Pak Anas untuk membicarakan kasus ini dan mencari solusinya," kata Supriyono.
Ia mengakui posisi pengurus Perseta Tulungagung saat ini cukup sulit, karena hingga saat ini belum mendapatkan sponsor tetap untuk menunjang pendanaan klub dan biaya operasional yang mencapai lebih dari Rp 1 miliar per musim kompetisi.
"Dulu tim-tim yang masuk dalam kasta kompetisi elit Liga Indonesia masih mendapat subsidi atau pembagian keuntungan sekitarar Rp 450 juta. Sekarang tidak ada sehingga kalau tidak dapat sponsor sama sekali, tentu saja manajemen klub akan kewalahan," ujarnya.