REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– PPATK menilai penyelundupan BBM Riau sulit diidentifikasi karena proses transaksi dilakukan secara tunai. Pemerintah diminta untuk mempertimbangan RUU Pembatasan Transaksi Tunai untuk mempermudah menelusuri dugaan kasus serupa.
Kepala PPATK, Muhammad Yusuf mengatakan tersangka Niwen Khairiah (NK) membawa pecahan uang 1.000 dolar Singapura secara tunai hampir setiap hari. Kondisi tersebut terjadi sejak 2008, namun baru terdeteksi baru-baru ini.
“Praktek setor tunai seperti ini menyulitkan PPATK untuk mencari tahu darimana asal usul uang tersebut. Kami sudah membuat RUU Pembatasan Transaksi Tunai, sekarang tengah dibahas kementerian,” kata Yusuf kepada Republika, Kamis (4/9).
Ia mencurigai, ada oknum luar yang diduga menjadi peran utama praktek mafia itu. Apalagi, ini adalah kasus pertama yang dilakukan secara masif melibatkan PNS, oknum dalam Pertamina dan PHL TNI AL. Kasus ini, kata dia, harus dibongkar secara tuntas.
Selain itu, ia juga menyoroti lemahnya kewenangan bea cukai dalam mengawasi aktifitas orang ke luar masuk suatu negara. Petugas harusnya curiga dengan kegiatan para tersangka. Berdasarkan Pasal 34–35 UU Nomor 8 Tahun 2010, harus ada laporan ke bea cukai.
“Kalau bea cukai dikasih kewenangan lebih, kondisi ini bisa diidentifikasi, setidaknya bisa dicegah. Makanya mereka harus dikasih penguatan,” ujar dia.