REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kerajinan tas kulit "Ganode" produksi industri rumah tangga di Dusun Modinan, Desa Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mampu menembus pasar internasional terutama Jepang.
"Selama ini banyak mendapat order dari luar negeri, terutama Jepang. Pesanan bisa mencapai 20 ribu unit tas," kata pelaku usaha kerajinan tas kulit, Yuyun Afnan (31), di Sleman, Jumat (5/9).
Dia mengaku sering sulit memenuhi pesanan dalam jumlah banyak karena usaha yang dijalankan bukan kelas konveksi tapi level butik.
"Selama ini saya hanya dibantu tiga penjahit untuk mengerjakan order tas yang per bulan mencapai 60 hingga 70 unit," kata pengusaha yang mengusung brand "Ganode" itu.
Ia mengatakan minimnya tenaga pendukung karena pekerjaan menjahit kulit memang butuh keterampilan khusus.
"Tidak sembarang penjahit bisa melakukannya. Tingkat kesulitannya tinggi. Harus sekali jalan karena kalau sudah cacat, tidak bisa diperbaiki," katanya.
Yuyun mengaku bisnis itu memang menjanjikan keuntungan. Dalam sebulan, pria yang mulai menjalani usaha tas kulit pada Maret 2013 itu, omzetnya minimal Rp50 juta.
"Guna memperluas segmen pasar, produk tas berbahan kulit sapi dikreasikan dalam beberapa kelas. Untuk level 'low', harga di kisaran Rp 250 ribu-Rp 300 ribu per buah, sedangkan kelas menengah Rp 350 ribu-Rp 700 ribu," katanya.
Ia mengatakan untuk kelas tinggi, harga mulai Rp 700 ribu hingga menembus Rp 5 juta. "Perbedaan mendasar dari tiga macam kelas produk itu terletak pada jenis bahan yang digunakan. Untuk kelas 'low', bahan tas lebih banyak menggunakan kain kanvas," katanya.
Dalam hal strategi pemasaran, Yuyun lebih memilih cara dalam jaringan. "Promosi kami cenderung lewat 'online' dalam bentuk website maupun sosial media karena menguntungkan, dan jangkauannya lebih luas," katanya.
Selain tas, industri rumah tangga itu juga memproduksi jaket berbahan kulit domba. Namun pengerjaannya masih mengandalkan penjahit dari Bandung. Satu jaket dijual dengan harga minimal Rp1,3 juta.