REPUBLIKA.CO.ID, YANGON-- Pada Juli 2013, seorang biksu Myanmar yang dijuluki ‘The Face of Buddhist Terrorism’ mengusulkan pelarangan pernikahan antara penganut Budha dan Muslim. Hal itu disampaikan langsung melalui majalah berita Time.
Mengutip ABC News, biksu itu bernama U Wirathu, selama ini memang terkenal sebagai biksu radikal. Ia pun memimpin ratusan biksu untuk melancarkan protes tersebut. Bulan lalu, U Wirathu bersama sekitar 200 biksu lainnya di Yangon, membahas cara mengakhiri kekerasan agama yang dimulai di negara bagian Rakhine tahun lalu antara umat Budha dan Muslim Rohingya.
Dalam acara tersebut, U Wirathu, amengumumkan usulannya yang kontroversial. Para pemimpin senior pada pertemuan itu tak setuju pada usulnya, namun ia dan para pengikutnya tetap bertekad mengajukannya ke Parlemen.
“Berdasarkan undang-undang ini, perempuan Myanmar dapat menikah dengan orang dari agama yang berbeda, tapi calon suami mereka harus menjadi Budha,” katanya.
Ia menambahkan, saat perempuan Myanmar menikah dengan pria Muslim, mereka ditekan untuk masuk Islam, maka Undang-undang pernikahan usulannya akan mencegah hal itu. Sekitar 1,500 biksu dari seluruh Myanmar mendukung usul U Wirathu, lalu kaum wanita mengumpulkan tandatatangan mendukung undang-undang itu.
Sikap U Wirathu terhadap perkawinan beda agama telah dicela oleh pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan kelompok-kelompok lainnya. Zin Mar Aung dari kelompok wanita Rainfall berpendapat, undang-undang itu tak sesuai.
“Undang-undang hanya berfokus pada wanita, hal ini berarti konsep undang-undang itu didasarkan pada seksisme dan nasionalisme,” katanya.
U Wirathu memimpin gerakan Budhist 969, dan dengan cepat mendapat momentum di seluruh Myanmar. Kabarnya angka 9, 6, 9 menunjuk pada sifat Budha. Diduga, apa yang kedengarannya seperti suatu organisasi damai telah berubah menjadi suatu sentimen nasionalis dan agama yang digunakan untuk membangkitkan kebencian terhadap minoritas, khususnya komunitas Muslim di negara itu.
Para anggota 969 berseru kepada umat Budha Myanmar agar bersatu membela agama mereka dan melakukan bisnis hanya dengan umat Budha lainnya. Di tahun 2003, ia juga pernah divonis 25 tahun penjara oleh junta berkuasa karena menghasut kebencian agama, tapi dibebaskan tahun lalu dalam amnesti massal.