REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan sepakat untuk membangun penjara khusus narapidana kasus terorisme. Hal tersebut disampaikan saat menanggapi keinginan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Ansyaad Mbai saat meninjau lokasi fasilitas deradikalisasi badan antiteroris tersebut di Kawasan Pusat Perdamaian dan Kemanan Indonesia, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (8/9).
"Saya putuskan, idenya bagus, diperlukan tetapi tempatnya di mana kita pikirkan nanti," katanya.
Sebelumnya, dalam penjelasan terkait fasilitas BNPT di kawasan tersebut, Ansyaad Mbai mengatakan, terdapat 48 sel napi khusus teroris militan. Masing-masing sel tersebut dapat diisi tiga napi.
Pembentukan sel napi khusus teroris untuk deradikalisasi tersebut, menurut dia, karena adanya permintaan dari lembaga pemasyarakatan yang justru khawatir terjadinya rekrutmen teroris di dalam penjara. Tidak hanya merekrut para napi, namun juga sipir penjara.
Untuk itu, menurut Ansyaad, kepala lembaga masyarakat mengharapkan agar para napi teroris dipisahkan tersendiri. Dalam penjelasannya terdapat 28 lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat napi teroris.
Presiden saat memberikan penjelasan, sepakat dengan ide agar napi terorris dipisahkan dalam penjara tersendiri. Namun demikian, Presiden tidak sepakat bila terdapat sel para napi teroris di kawasan tersebut.
Mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan untuk pendidikan dan pelatihan baik untuk pasukan perdamaian maupun umum yang justru dapat menimbulkan kerawanan baru.
Untuk itu, Presiden meminta agar dicarikan tempat lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan kerawanan baru. Presiden juga mengingatkan penjara ini bukan seperti Penjara Guantanamo, tempat Amerika Serikat memenjarakan para teroris.
"Kita jelas bukan seperti Guantanamo, jelas bukan sekali. Kita mendukung 'human rights' (hak asasi manusia)," kata Presiden.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini