REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dugaan suap yang dilakukan Bupati Biak Nomfur, Yesaya Sombuk ternyata atas inisiatifnya. Permintaan suap itu berlangsung sejak Yesaya baru menjabat sebagai orang nomor satu di Biak, Numfor, Papua tersebut.
Demikian disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor, Yunus Saflembolo saat dihadirkan sebagai saksi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/9).
Yunus diduga sebagai perantara suap. Ia mengatakan, saat itu Yesaya meminta pertolongan untuk meminta uang kepada pengusaha PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut.
"Pak Bupati bilang setelah menang di Pilkada banyak terlilit hutang, jadi butuh (uang) untuk melunasi," ujar Yunus.
Yunus pun lantas membantu Yesaya menghubungi Teddy hingga pada Juni terjadilah penyerahan uang sebesar SGD 63 ribu dan SGD 37 ribu, atau setara Rp 947,3 juta.
Pemberian uang tersebut, kata Yunus, tidak dilakukan di Papua, melainkan di Ibu Kota tepatnya di sebuah hotel di Jl. Kramat Raya Nomor 81, Jakarta Pusat. "Penyerahan dilakukan dua kali, lalu yang terakhir kami ditangkap oleh KPK," ujarnya.
Uniknya, suap kepada Yesaya yang disebut akan digunakan untuk membayar utang akibat Pilkada itu juga hasil pinjaman.
Dalam dakwaan, Teddy diketahui sengaja mengajukan kredit ke sebuah bank guna mendapatkan dana segar untuk memenuhi permintaan Yesaya.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Yesaya Sombuk menerima suap dari Teddy Renyut dengan imbalan memberikan proyek-proyek rekonstruksi tanggul laut (talut) buat Kabupaten Biak Numfor kepada pengusaha itu.
Suap dilakukan berdasarkan permintaan Yesaya, yang intens menghubungi Teddy sejak Maret 2014. Genap memasuki bulan kelima Yesaya menjabat Bupati Biak, ia dibekuk KPK dalam operasi tangkap tangan 16 Juni 2014.