Selasa 09 Sep 2014 16:22 WIB

Pilkada Lewat DPRD Jauhkan Hubungan Kepala Daerah dan Rakyat

Rep: Ira Sasmita/ Red: Indira Rezkisari
Pilkada(Ilustrasi).
Pilkada(Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan survei yang dilakukan LSI masyarakat cenderung menolak pilkada dilakukan lewat DPRD. Alasannya, kepala daerah terpilih lewat DPRD bisa jadi merupakan orang yang tidak dikenal masyarakat.

"Hubungan kepala daerah dan rakyat semakin jauh. Dan kepala daerah hanya concern memikirkan bagaimana cara dia memuaskan anggota DPRD," ungkap peneliti LSI Adjie Alfaraby saat memaparkan hasil survei, di Jakarta, Selasa (9/9)..

Selain itu, responden juga menilai pemilihan melalui DPRD akan meningkatkan politik uang di DPRD. Di tengah kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap partai politik, pilkada lewat DPRD dikhawatirkan akan mengentalkan ppolitik transaksional.

"Pasca terpilih, publik khawatir kepala daearah juga menggunakan politik uang agar anggota DPRD puas atas kinerja mereka," jelas Adjie.

Responden, Adjie melanjutkan, menilai pilkada langsung lebih baik. Sebanyak 69,76 persen responden menyatakan puas atas pilkada langsung yang telah berjalan selama sembilan tahun ini. Hanya 20 persen yang menjawab tidak puas. Sisanya 10,24 persen mengatakan tidak tahu.

Pilkada langsung memungkinkan masyarakat dapat memilih langsung kepala daerah yang menurutnya dapat mengubah nasib daerah tersebut. Pilkada langsung juga dianggap telah memunculkan tokoh-tokoh terbaik di sejumlah daerah. Seperti Ridwan Kamil di Bandung, Azwar Anas di Banyuwangi, dan Nurdin Abdullah di Bantaeng.

Jika tetap disahkan dengan sistem pemilihan lewat DPRD, menurut survei LSI, ada lima partai yang disalahkan publik. Sebanyak 20 persen responden menyalahkan Partai Demokrat. Kemudian 18,50 persen  menyalahkan Partai Golkar, 16,75 persen menyalahkan Partai Gerindra, 15,25 persen salahkan PKS, 15 persen salahkan PAN, dan di bawah 10 persen salahkan partai lainnya.

Selain itu, menurut Adjie, publik juga mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mendukung kembalinya Pilkada oleh DPRD. Karena itu, LSI meminta sebaiknya penyusunan RUU Pilkada dilanjutkan oleh pemerintan dan DPR yang baru. Presiden SBY dan DPR diharapkan di akhir masa jabatannya diminta  untuk menahan diri agar tidak mengeluarkan kebijakan strategis.

Untuk menekan anggaran pilkada langsung, LSI merekomendasikan pengaturan waktu pilkada. Pilkada digelar serentak dua atau tiga kali dalam lima tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement