Selasa 09 Sep 2014 23:14 WIB

Kasus Perdata JIS Bergeser dari Sosial menjadi Komersial

Jakarta International School (JIS).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Jakarta International School (JIS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang perdata ketiga antara Jakarta International School (JIS) dengan pihak yang diduga menjadi ibu korban kekerasan Theresia Pipit kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/9) kemarin.

Sidang dihadiri pihak JIS dengan kuasa hukumnya Harry Pontoh, Kemendikbud, dan perwakilan perusahaan outsourching PT ISS Denmark untuk Indonesia. Theresia Pipit, ibu AK, tidak hadir dalam persidangan, hanya diwakili pengacaranya.

 

Sidang yang dimulai pukul 11.30 hanya berlangsung 20 menit. Seperti diketahui, Theresia Pipit menggugat JIS dan Kemendikbud mengganti rugi immateril Rp 1,5 triliun dengan dugaan anaknya disodomi di sekolah.

Namun, persidangan kembali ditunda dan akan dilanjutkan Selasa (16/9) depan dengan agenda mendengarkan keterangan pihak ISS. Usai persidangan, Harry Pontoh mengatakan sidang baru tahapan awal, di mana ISS diminta agar menjadi pihak tergugat.

 

ISS ditarik untuk menjadi pihak, agar majelis hakim mendengar dulu keterangan dari ISS. Seperti alasan Theresia Pipit menggugat karena terjadi kekerasan seksual kepada anaknya yang dilakukan pegawai ISS. "Kalau memang itu terjadi, ISS harus terlibat karena itu pegawai ISS, bukan pegawai JIS. Tadi dari ISS sudah hadir dan minggu depan akan memberikan tanggapan,” tutur Harry.

 

Proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual di JIS dinilai semakin janggal. Pasalnya, kasus ini terus bergeser dari isu sosial menjadi komersial. Kasus yang berawal dari seorang anak yang menjadi korban pelecehan, kini lebih sarat dengan uang ganti rugi yang dituntut orangtua dan pengacara korban.

Ketua Presidium Aliansi Perempuan Indonesia R.A. Berar Fathia menyatakan ada pihak lain yang diduga memiliki kepentingan lain dengan menunggangi kasus JIS.

 

Akibatnya, bukan saja anak didik yang dirugikan, tapi juga membuat celah pihak lain memanfaatkan peluang ini. Terbukti, dengan adanya penaikan gugatan yang awalnya USD12 juta menjadi USD125 juta.

”Penyelesaian kasus semakin berlarut dan hingga kini negara tidak berperan dalam mengupayakan pencarian kebenaran, siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab. JIS telah lama menyelenggarakan pendidikan dari tingkat TK hingga SMA dan selama ini tidak ada masalah,” ulas Berar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement