Rabu 10 Sep 2014 18:10 WIB

Tayyibah Taylor: Dunia Belum Lihat Keindahan Islam

Tayyibah Taylor
Foto: Onislam.net
Tayyibah Taylor

REPUBLIKA.CO.ID,  Tayyibah Taylor  lahir di Trinidad di Karibia. Kedua orang tuanya berasal dari Barbados.  Ketika berusia tujuh tahun, ayahnya memutuskan pindah ke Texaco, Kanada. "Jadi saya dibesarkan di Toronto, saya dididik di sana; Aku pergi ke University of Toronto," ungkap Tayyibah, seperti dilansir onislam.net, Rabu (10/9).

Tayyibah rutin menghadiri gereja, meski dalam hatinya tidak sepakat dengan konsep trinitas yang menjadi doktrin gereja. Ketika usia remaja, Tayyibah mempelajari agama-agama dunia. Ia pelajari Islam, dan pernah mendatangi masjd. "Jujur saya kagum dengan suara Adzan," kenang dia.

Tayyibah pernah bertanya kepada salah seorang temannya. "Seperti apa menjadi Muslim, apa yang Muslim percaya, tanya saya. Lalu teman saya mengatakan seorang Muslim itu percaya satu Tuhan, dan percaya terhadap Rasulullah SAW sebagai utusan Allah. Sayapun mengucapkan itu, saat itulah saya menjadi Muslim," kata dia.

Keputusannya itu hanya merupakan awal dari perjalanan panjang Tayyibah menuju Muslim yang kaffah.  Tayyibah berusaha keras untuk menjadi Muslim yang sebenarnya. Ia gunakan kemampuannya berpikir untuk lebih menelaah ajaran Islam.

"Saya pernah mendengar Nation of Islam. Tapi saya tidak pernah sepakat dengan itu. Mungkin, karena saya tidak pernah mengalami rasisme," kata dia.

Setelah saya menjadi Muslim, hanya ada segelintir warga Kanada yang telah memeluk Islam, salah satunya adalah sepupunya. Ada juga Sheikh Abdullah Hakim. "Kami memiliki komunitas yang sangat kecil, kita ikuti debat, dan mendiskusikan Islam, mengkaji Alquran," kata dia.

Pada awal 90-an, Tayyibah diundang guna menghadiri konferensi Muslimah di AS. Dari konferensi itu tercetuslah, majalah Azizah. Dari apa yang dijalani Tayyibah, ia melihat Muslimah membutuhkan asupan spritual, dukungan sosial dan intelektual.

Ia melihat keindahan Islam belum terlihat. "Saya pikir Islam akan bangkit kembali dengan prinsip-prinsip Amerika Utara yang menjujung  keadilan dan kebebasan. Sehingga tidak ada dikotomi antara Islam dan Amerika," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement