REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kelompok hak asasi internasional, Human Rights Watch (HRW), mengecam sikap Israel yang secara ilegal memaksa imigran Afrika pulang ke negara asalnya. Sekitar 7.000 pendatang dari Eritrea dan Sudan diharuskan meninggalkan wilayah Israel.
Pemerintah Israel menggunakan peraturan hukum yang rumit untuk menolak para imigran mencari nafkah di negaranya. "Peraturan Israel yang berbelit-belit menggagalkan usaha pencari suaka Eritrea dan Sudan untuk mendapat perlindungan, berdasarkan undang-undang Israel dan internasional," Lapor HRW, seperti dilansir dari BBC.
Menanggapi tuduhan itu, Kementerian Dalam Negeri Israel mengatakan, sudah bertindak sesuai dengan undang-undang, untuk mencegah adanya penyusup. Beberapa lembaga pegiat hak asasi pun turut mengritik kebijakan imigrasi, dan perlakuan Israel terhadap imigran Afrika.
PressTV melaporkan, Israel mengancam warga negara Eritrea dan Sudan yang sudah mereka tangkap, dengan penahanan berkepanjangan, bila mereka tak mau meninggakan negara itu. Bahkan, HRW dalam laporannya, juga medokumentasikan, dugaan penyiksaan terhadap imigran yang tak ingin pergi.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut imigran sebagai penyusup. Beberapa polisi Israel, juga memanggil mereka sebagai ancaman bagi kaum Yahudi.Kelompok HAM Israel, meminta pemerintah agar memakai kebijakan lebih lunak untuk permintaan suaka.
Berdasarkan laporan HRW, sekitar 6750 imigran asal Afrika, sudah meninggalkan Israel sejak 2013 hingga Juli lalu. eneliti, Gerry Simpson, mengatakan, sampai Agustus, terdapat peningkatan sebanyak 8 ribu orang.
Menurutnya, Israel melakukan pemaksaan masal, karena hukum internasional menyebutkan, imigran harus dilindungi dan tak boleh dipaksa untuk kembali ke negaranya.
PBB menjelaskan, sekitar 53.000 pengungsi kini berada di Israel, dan sebagian besar memasuki negara itu lewat kawasan gurun pasir di perbatasan Mesir dan Israel. Tahun lalu, Israel melakukan operasi atau razia, demi menangkap pendatang gelap. Setelah itu, mereka memulangkan hampir 4.000 orang sepanjang 2013.
Sejak 11 Desember 2012, Israel telah menekan ratusan warga Sudan dan Eritrea yang ditahan untuk pergi. Kemudian pada Februari 2013, sekitar 50 warga Eritrea yang ditahan dipaksa berangkat ke Uganda.
Menurut laporan HRW, tekanan diberikan pada warga Afrika oleh pemerintah penjajah, seperti Otoritas Perbatasan Kependudukan dan Imigrasi. Simpson menambahkan, paksaan itu menghancurkan semua harapan imigran, sehingga tak memiliki pilihan lain, selain pergi.
Lebih dari 2.000 orang Afrika, termasuk sedikitnya 1.100 warga negara Eritrea dan 600 warga negara Sudan, ditawan di dua pusat penahanan di selatan wilayah Palestina yang dikuasai Israel. BBC menulis, penampungan Holot, merupakan salah satu tempat pengungsi bisa ditahan hingga satu tahun.