REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung mengenai pengadaan kendaraan dinas bagi menteri dan pejabat negara. Dikatakan, hal itu akan ditentukan pleh presiden terpilih.
Sementara Kementerian Sekretariat Negara hanya melakukan pengadaan sebagaimana aturan yang ada. Seperti yang dilakukan pada 2004 dan 2009.
"Dari jumlah kendaraan yang dianggap tepat dilakukan tender yang transparan dan akuntabel, mana yang paling murah dan menguntungkan tapi proper. Saya sudah sampaikan pada Pak Jokowi, bapak yang pilih, mensesneg juga sudah sampaikan, saya persilakan Pak Jokowi ambil keputusan nanti," katanya.
Namun, karena mendapat banyak penolakan, SBY memutuskan untuk menghentikan proses pengadaan tersebut.
"Karena isunya menjadi berbeda. Dikatakan pemerintah ini boros dan tidak hemat. Maka saya setujui untuk hentikan proses pengadaan kendaraan itu, total. Karena belum ada transaksi apa pun dan silakan presiden dan pemerintah baru yang lakukan proses. Saya tidak mau diadu-adu dengan Pak Jokowi untuk isu ini," tegasnya.
"Untuk hindari pengertian yang berbeda diputuskan dihentikan proses itu," paparnya.
Presiden menambahkan, "Ada catatan untuk lengkapi penjelasan saya, tentang penghematan anggaran. Sebenarnya pemerintah dari tahun ke tahun sudah lakukan upaya penghematan pada tahun tertentu, bahkan dilakukan pemotongan anggaran."
Yang penting, kata dia, sebenarnya tidak ada niatan dan budaya pemerintahan untuk berboros-boros. Karenanya, ia mendukung jika pemerintahan Jokowi ingin melakukan penghematan.
"Yang saya lakukan dulu dari pemerintahan sebelumnya ada yang bisa saya hemat. Itu tidak perlu dihadap-hadapkan dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya," tegas SBY.
Presiden menegaskan, "Kesimpulannya transisi harus terus berjalan dan menjadi tugas dan kewajiban moral saya untuk membantu presiden terpilih. Tantangan di masa depan tidak akan pernah ringan. Bagus kalau kita semua bantu pemerintahan mendatang."