REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pengesahan RUU Pilkada akan dilakukan di sidang paripurna DPR pada 25 September mendatang. Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan publik adalah pengembalian pilkada melalui gubernur dan bupati/wali kota.
Menanggapi hal itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji mengatakan, pelaksanaan pilkada tergantung keputusan politik DPR. Hanya saja, kata dia, berdasarkan kajian Lemhannas pada 2007, pemerintah dan DPR lebih baik menyetujui usulan agar pemilihan gubernur melalui DPRD dan pemilihan bupati/wali kota dilaksanakan secara langsung.
"Ini sudah lama kita diskusikan mulai 2005, dan pada 2007, kita menyampaikan gagasan dalam seminar dan naskah akademik yang intinya bahwa demokrasi yang dilakukan dengan seluruh pilkada, one man one vote menimbulkan banyak kerusuhan pada waktu itu," kata Budi di gedung Lemhannas, Jumat (12/9).
Menurut dia, hasil pemikiran dan kajian ilmiah itu sudah diserahkan ke pemerintah. Kesimpulannya, sambung dia, pilkada langsung menimbulkan goncangan dan politik uang itu bisa dikurangin. "Rekomendasinya adalah agar pemilihan gubernur dilakukan DPRD lantaran bahwa gubernur adalah alat pemerintah atau ditetapkan presiden, bupati/wali kota dipilih rakyat," ujar Budi.
Kendati begitu, menurut dia, Lemhannas tidak memiliki kewenangan untuk menentukan metode pilkada yang terbaik. Budi mengatakan, keputusan pilkada langsung atau dipilih DPRD ada ditangan wakil rakyat di Senayan. "Lemhannas tak punya kewenangan. Saran saya disidkusikan saja naskah akademik itu, dan sebaiknya DPR mengambil keputusan politik. Karena kebijakan negara bukan kewenangan kami," ujar Budi.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, pilkada dipilih rakyat atau DPRD itu merupakan sebuah pilihan dalam kehidupan demokrasi. Menurut dia, beberapa fraksi ada yang setuju mengubah pemilihan langsung menjadi cukup dilakukan DPRD, dan ada fraksi yang berpandangan diserahkan ke rakyat. "INi soal pilihan saja," kata politikus Partai Golkar itu.
Priyo mengatakan, usulan untuk mengembalikan kepala daerah lewat DPRD memiliki tujuan mengurangi biaya tinggi. Hanya saja, ada pihak yang menilai hal itu merupakan keputusan mundur. "Kita ingin demokrasi tetap nyaman dan efisien, tapi konsep ini kita tidak ingin muncul lahirnya raja-raja baru di daerah," katanya.
Dia menyatakan, pengesahan RUU Pilkada direncanakan dalam Sidang Paripurna DPR pada 25 September mendatang. Hingga kini, diakuinya masih terjadi tari-menarik pendapat di tingkat panita kerja, panitia khusus, hingga kalangan anggota DPR. "Ini kalau tidak sepakat kita putuskan melalui voting. Kalau pembahasan RUU Pilkada tidak selesai, ditunda untuk dilanjutkan periode berikutnya," kata Priyo.