REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Aparat Bea Cukai Kepulauan Riau menggagalkan penyelundupan sebanyak 3.100 karung atau sekitar 30 ton bawang merah impor dari Kuala Linggi, Malaysia, tujuan Dumai, Riau.
Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau R Evy Suhartantyo di Kanwil BC Kepri, Meral, Kabupaten Karimun, Jumat (12/9), mengatakan bawang merah itu diselundupkan dengan KM Baruna GT 7, ditangkap kapal patroli BC 1602 dikomandani Sofyat di perairan Tanjung Lebang, Selasa (9/9) sekitar pukul 04.40 WIB.
Evy Suhartantyo menjelaskan kapal tersebut sempat berusaha melarikan diri mengarah ke perairan dangkal ketika dikejar BC 1602. Karena tidak mungkin bisa kabur, tekong (nakhoda) dan dua ABK-nya melompat ke laut untuk melarikan diri.
"Saat dicegat, kapal itu sudah tidak ada ABK-nya. Ketika petugas BC 1602 melakukan penyisiran, dua ABK-nya yang terjun ke laut berhasil kami selamatkan," katanya.
Kapal beserta muatan dan dua ABK yang berhasil diselamatkan, menurut dia sudah ditarik dan sandar di dermaga Ketapang Kanwil BC Kepri di Meral, Kabupaten Karimun.
Mengenai modus yang dilakukan, ia mengatakan nakhoda mengangkut barang larangan dan pembatasan impor tidak sesuai ketentuan, apalagi impor bawang merah diatur secara khusus oleh Kementerian Perdagangan dan termasuk komoditas yang harus melalui pemeriksaan petugas karantina.
"Kami akan berkoordinasi dan satuan karantina mengingat bawang merah termasuk komoditas yang impornya diatur secara khusus oleh pemerintah," ucapnya.
Berdasarkan keterangan awak kapal, kata dia lagi, jumlah bawang merah yang diangkut sekitar 3.100 karung atau 30 dengan nilai ditaksir sekitar Rp600 juta dengan asumsi per kilogram seharga Rp20.000.
Kerugian material yang dialami negara, menurut dia adalah hilang pendapatan pajak yang nilai diperkirakan Rp174 juta. Sedangkan kerugian immateriil adalah mengganggu perekonomian, perdagangan dan kesehatan dalam negeri.
Ia mengatakan, pemasukan bawang merah asal Malaysia itu melanggar Pasal 102 huruf (a) Undang-undang No 17 tahun 200 tentang Perubahan atas UU No 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Mengenai kemungkinan tidak adanya tersangka mengingat nakhoda, selaku penanggung jawab kapal melarikan diri, Evy mengatakan tergantung hasil penyelidikan Bidang Penyidikan dan Penanganan Barang Hasil Penindakan.
"Itu teman-teman di penyidikan yang menetapkannya, dua ABK-nya kan ada yang kita selamatkan dan sudah kita ke Bidang Penyidikan dan Penanganan Barang Hasil Penindakan untuk penanganan selanjutnya," ucapnya.