REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, Negara harus mempertahankan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang tengah diuji materinya di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus UU no 1/1974, Menag melihat adanya salah tafsir dari pemohon uji materi bahwa Negara dianggap tidak perlu ikut campur dalam urusan pernikahan yang notabene adalah urusan pribadi.
“Itu merupakan pandangan yang salah,karena pernikahan merupakan peristiwa sakral yang dilandasi nilai religi dan terikat pada aturan agama,” kata dia, Jumat (12/9).
Dikatakan Menag, jika melihat kepada teks UU no 1/1974, negara tidak secara eksplisit melarang atau memperbolehkan warga negaranya untuk menikah beda agama. Namun, teks tersebut menegaskan bahwa kelangsungan pernikahan harus disesuaikan dengan aturan agama yang diyakini pelakunya.
Mengacu pada ketentuan undang-undang, lanjut Menag, Negara memang secara gamblang menjamin kemerdekaan masyarakatnya untuk menganut agama sesuai keyakinannya masing-masing. Namun, hal tersebut ditafsirkan terbalik oleh si pemohon uji materi dengan menganggap negara melarang warga negaranya untuk tidak memiliki keyakinan agama.
UU no 1/1974, lanjut dia, harus dipertahankan karena Indonesia bukan negara sekuler ataupun secara gamblang menyatakan diri sebagai negara Islam. Indonesia, kata dia, adalah negara berazaskan Pancasila yang menempatkan peran agama dalam posisi strategis dan penerapan ajarannya tidak boleh terpisahkan dalam kehidupan.