REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap sistem demokrasi yang telah dilaksanakan. Dari berbagai pilkada yang dilakukan, hanya terjadi pemborosan uang.
Apalagi, ujar Fadli, dari 500 kepala daerah sebanyak 332 kepala daerah terjerat kasus korupsi. "Ini artinya dua per tiga kepala daerah yang dipilih melalui pilkada langsung melakukan korupsi,"ujarnya di Jakarta, Sabtu, (13/9).
Jika rakyat tidak ingin korupsi merajalela, terang Fadli, maka sebaiknya pilkada dilakukan secara tidak langsung atau diwakilkan oleh DPRD. Kalaupun masih ada korupsi dalam pilkada secara tak langsung, korupsinya pasti jauh lebih kecil dari pada pilkada langsung.
"Biaya pilkada itu rata-rata Rp 20 miliar. Bayangkan saja, Rp 20 miliar dikali 500 kepala daerah, dari pada dibuang untuk pilkada langsung, uang tersebut bisa digunakan untuk biaya kesehatan rakyat,"kata Fadli.
Uang yang dihemat pilkada langsung, ujar Fadli, bisa digunakan untuk kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Sehingga Indonesia tidak perlu menjual pesawat kepresidenan.
Demokrasi sendiri, kata Fadli, bukan tujuan. Demokrasi hanyalah cara untuk membuat rakyat bahagia, sejahtera, damai.
Bahagia itu, ujar Fadli, rakyat cukup makan, sandang, papan, tidak merasa takut, dan merdeka. Lagi pula berdasarkan kajian akademik, tidak semua demokrasi melahirkan kesejahteraan, negara terpimpin juga bisa sejahtera seperti Cina dan Singapura.