Ahad 14 Sep 2014 21:45 WIB

Makin Tegang, Rusia dan Ukraina Terus Saling Menyalahkan

Kekerasan di Ukraina
Kekerasan di Ukraina

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV-- Ketegangan yang terkait soal Ukraina memburuk setelah Kiev menuduh Kremlin berusaha "menghapus" bekas negara Soviet yang kini pro Barat tersebut sementara itu Moskow menuding Washington mengatur krisis semuanya.

Kiev dan Moskow saling menyalahkan pada Sabtu di tengah-tengah Barat memberlakukan sanksi atas Rusia dan gencatan senjata yang telah berlangsung sembilan hari diuji oleh pertempuran selama beberapa jam untuk menguasai bandar udara strategis di bagian timur Ukraina.

Rusia memicu ketegangan lagi dengan mengirim konvoi 220 truk ke wilayah yang dikuasai pemberontak. Dikatakannya konvoi itu membawa bantuan tetapi tak pernah diperiksa oleh para pemantau Eropa atau tentara Ukraina di perbatasan.

Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk menyeru para pemimpin dunia jangan percaya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin kendati keputusannya untuk Moskow menandatangani satu gencatan senjata mengakhiri perang lima bulan yang telah merenggut lebih 2.700 juta jiwa.

Yatsenyuk menuduh pimpinan Kremlin yang terus terisolasi tersebut sengaja membuat Ukraina dalam keadaan perang guna menciptakan satu "konflik beku" di halaman belakang Rusia. "Tujuannya ialah mengambil seluruh Ukraina. Dia ingin menghapus Ukraina sebagai negara merdeka," kata Yatsenyuk kepada peserta yang menghadiri satu forum internasional di Kiev.

Perjanjian perdamaian yang dimediasi Eropa dan ditandatangani Kiev dengan Moskow dan dua pemimpin pemberontak telah membantu situasi tenang dari pertempuran di wilayah timur Ukraina yang secara ekonomi vital.

Tetapi baik Eropa dan Amerika Serikat masih curiga akan maksud Putin dan masih menunggunya untuk menarik 1.000 tentara yang mereka klaim telah membantu pemberontak menguasai wilayah pada hari-hari menjelang gencatan senjata.

Moskow tidak hanya membantah memberikan dukungannya bagi para pemberontak tetapi juga menuding Washington menyokong protes-protes Februari yang menggulingkan pemimpin pro Kremlin dan membawa satu tim baru untuk menjadi anggota Uni Eropa dan sekarang berusaha menjadi anggota NATO.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement