REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik pada FISIP Universitas Airlangga (Unair), Haryadi, mengatakan fenomena menggadaikan surat keputusan pengangkatan anggota dewan ke Bank di satu sisi dianggap sebuah kewajaran. Namun di sisi lain, hal tersebut akan menjadikan profesi sebagai anggota dewan tidak terhormat.
"Bukan soal memalukan, tidak bisa memukul rata tujuan pinjaman dana itu untuk apa. Di satu sisi dianggap sebuah kewajaran. Di sisi lain, akan jadikan profesi sebagai anggota dewan tidak terhormat," tutur Haryadi kepada Republika, Selasa (16/9).
Kalau pun penggadaian SK tersebut digunakan untuk membayar hutang saat kampanye, Haryadi mengatakan itu akan menjadi indikasi betapa orientasi anggota dewan ujung-ujungnya soal peraihan material.
Dalam hal ini, mudah sekali bagi anggota dewan untuk memperoleh optimalisasi raihan material. Jika dilihat dari kacamata raihan material, penggadaian SK itu sangat mencukupi.
Dan menjadi masuk akal, jika bahkan Bank yang inisiatif untuk menawarkan diri terlebih dahulu. Tidak menutup kemungkinan, ujar dia, akan ada kongkalikong antara Bank Daerah dan anggota dewan. Karena para anggota dewan meminta fasilitas yang lebih mudah dari Bank.
Ia menambahkan, yang bisa menjadi pertimbangan Bank dalam melakukan peminjaman salah satunya adalah institusi kerja. Karenanya dalam hal ini, Bank menganggap keberadaan anggota dewan sama seperti profesi yang lain. Bagi Bank, anggota dewan dinilai memiliki penghasilan yang lebih tetap selama lima tahun ke depan.
Surat Keputusan sebagai alat kelengkapan anggota dewan, digunakan untuk jaminan bahwa mereka tidak akan diberhentikan dalam waktu dekat. Akan tetapi, itu bukan berarti tanpa resiko. Menurutnya, Bank akan kerepotan seandainya anggota dewan yang bersangkutan terlibat kasus hukum.