Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Walladah menjadi sangat terkenal ketika ia berani membacakan satir tajamnya di hadapan penyair laki-laki. Walladah pun dikenal sebagai kebangkitan kekuatan wanita di masyarakat Muslim.
Salah satu karyanya yang menonjol bernuansa romansa. Inspirasinya dia alami sendiri dari hubungan dengan laki-laki sesama penyair Ibnu Zaydun. Namun, hubungannya dengan Zaydun sangat rumit.
Zaydun merupakan penyair yang memiliki pandangan tajam terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Zaydun berasal dari Bani Yahwar yang dianggap musuh politik Bani Umayyah. Karena itulah, hubungan mereka dijalin secara rahasia.
Kisah cinta Walladah dan Zaydun begitu tampak dari karya-karya Walladah yang masih disimpan hingga kini. Puisinya menyiratkan tentang cinta, keinginan untuk bersatu, perselingkuhan, dan kecemburuan. Delapan dari sembilan karya Walladah yang masih disimpan ditengarai berbicara tentang hubungannya dengan Zaydun.
Cinta yang sembunyi-sembunyi ini pun akhirnya kandas karena pihak ketiga. Walladah menulis dalam puisinya ada wanita dari “kegelapan” yang lebih dipilih oleh Zaydun. “Kamu tahu saya adalah bulan gemintang di langit. Namun di antara aib-aib, kamu lebih memilih sang planet gelap.”
Lepas dari Zaydun, Walladah menjalin hubungan dengan Ibnu Abdus, seorang menteri dari Dinasti Umayyah. Walladah pun kembali ke kehidupan istana sampai akhir hayatnya.
Walladah meninggal pada 1091 Masehi tepat ketika melarikan diri saat kotanya diduduki oleh tentara Barbar.
Beberapa puisinya yang masih disimpan sampai saat ini, di antaranya:
Aku khawatir terhadapmu kekasihku
begitu besar kekhawatiranku
bahkan ketika aku memandang di mana kamu melangkah
saat waktu telah habis mengancam untuk merebut dariku.
Walaupun aku dapat menyembunyikan rahasia
darimu hingga hari kiamat,
ketakutanku tetap tidak akan dapat disembuhkan.