REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Komunitas Muslim Skotlandia berpikir realistis soal referendum kemerdekaan. Sebagian menilai kemerdekaan Skotlandia terlalu berisiko.
"Awalnya saya yakin, untuk mengatakan ya. Lalu saya ragu, dan akhirnya saya memutuskan tidak," kata Sobia Bhatti, dokter gigi Muslim asal Glasglow, seperti dilansir Onislam,net, Rabu (17/9).
Menurut Sobia, kemerdekaan Skotlandia hanya melahirkan risiko ketimbang manfaat. Memang, Skotlandia negeri yang kaya. Tetapi butuh berapa miliaran pound untuk mengembangkan industri gas, pariwisata, keuangan dan lainnya.
"Saya tidak melihat bagaimana dan di mana Skotlandia akan menemukan semua ini miliaran ekstra pound. Apakah ini berarti kita harus kehilangan pengobatan gratis atau pendidikan gratis? "Seru Bhatti.
"Akankah kita memiliki harga pangan yang lebih tinggi, hipotek lebih tinggi dan lainnya. Apa yang terjadi pada pensiun kita? Dan juga hanya kerumitan umum kontrol perbatasan. Kita akan membutuhkan paspor terpisah. Itu hanya membuat kesenjangan yang lebih besar."
Imran Kausar pendiri Halal Food Festival mengaku akan memilih Tidak. Alasannya, Skotlandia adalah negara dengan penduduk usia lanjut yang terus bertambah, menjadi negara tujuan imigran, dan sumber energi yang kian menipis.
"Namun, kolega saya melihat kebijakan Inggris soal Palestina membuat mereka mengatakan ya," ucap dia.
Pada 18 September esok, warga Skotlandia akan menggelar referendum untuk memilih merdeka atau tetap menjadi bagian dari Inggris Raya. Pada jajak pendapat terakhir, sebagian besar warga Skotlandia mengatakan ya, untuk memilih merdeka dari Inggris.