Rabu 17 Sep 2014 09:42 WIB

Pembebasan Bersyarat Koruptor Perlu Dievaluasi

Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana koruptor perlu dievaluasi pada pemerintah mendatang. Hal tersebut untuk memenuhi keadilan masyarakat.

"Harus ada evaluasi kembali agar di masa mendatang tidak mengabaikan rasa keadilan bagi masyarakat," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril.di Yogyakarta, Rabu (17/9).

Menurut dia, peraturan mengenai kebijakan pembebasan bersyarat (PB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah tepat, namun belum sesuai dengan praktik pembebasannya. "Pembebasan bersyarat dinilai masih ada yang melanggar aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri khususnya terhadap koruptor," kata dia.

Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM ditentukan bahwa mereka yang terkait tindak pidana dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan dimungkinkan diberikan pembebasan bersyarat selama berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, serta telah menjadi "justice collaborator". 

Namun ketidaktepatan pemberlakuan ketentuan itu, kata dia, secara jelas terlihat pada pembebasan bersyarat terpidana perkara korupsi penyuapan Bupati Buol, Hartati Murdaya yang bukan merupakan "justice collaborator" atau orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan.

Oce menilai pembebasan bersyarat maupun remisi yang diberikan pemerintah tidak masalah apabila diperuntukkan bagi koruptor selama memenuhi syarat yang ditentukan. Hal itu, menurut dia, terlebih apabila koruptor tersebut telah membantu penegak hukum mengungkap kasus yang berdampak besar bagi negara.

"Justru harus diberikan jika dia telah membantu penegak hukum mengungkap kasus yang lebih besar," kata dia. Pemberian remisi atau pembebasan bersyarat, menurut dia, perlu diberikan kepada setiap narapidana khusus secara adil, tak terkecuali koruptor.

Hal itu, menurut dia, juga untuk membedakan napi yang kooperatif serta membantu penegakan hukum dengan yang tidak. "Harus proporsional, jangan sampai terlalu mudah memberikan keringanan tersebut, sehingga justru sama sekali tidak mendukung semangat pemberantasan korupsi," kata Oce.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement