REPUBLIKA.CO.ID, ILLINOIS -- Dalam sebuah kesempatan, sejumlah mahasiswa illinois keluar kelas untuk menyimak komentar Salaita pertama kali di depan publik. Hal itu terjadi saat Salaita ditugaskan mengajar di jurusan studi Amerika – India.
“Kampus dimaksudkan untuk mengekspresikan pemikiran kritis. Mereka harus menumbuhkan penyelidikan yang kreatif. Dalam situasi terbaiknya, mereka nanti akan mampu menantang situasi politik, ekonomi, atau bahkan kekolotan sosial,” ungkap Salaita, yang berbicara dihadapan sejumlah guru besar Illinoi yang mendukungnya.
Dia membela cuitannya dengan menyatakan mereka (warga Palestina, - red), tabah menjalani hidup. Hal ini menandakan pandangannya yang memprihatinkan terjadinya pembunuhan terhadap warga Palestina.
Dia menuding pihak universitas yang memecatnya telah mendapat tekanan dari donatur kaya yang tidak menyukai pandangannya yang pro Palestina.
Asisten konselor urusan publik, Robin Kaler, tidak menjawab, saat ditanya tentang Salaita yang menyatakan telah mendapat tekanan politik. Robin kemudian memaparkan Universitas tetap pada keputusannya tidak untuk memakai Salaita untuk kepentingan akademik.
Konselor Universitas Illinois, Phyllis Wise, menyatakan keputusannya melakukan pemecatan bukan terkait posisi atau pandangan Salaita tentang konflik timur tengah, tapi lebih kepada kata – kata dan tindakan personalnya dan dianggap tidak menghormati sehingga ini merusak pemikiran.
Terlepas dari itu semua, Salaita menyatakan dirinya bukanlah seorang antisemit. Semua cuitannya muncul dalam konteks sikapnya yang secara mendasar untuk melawan antisemit.