REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Investor asal Surabaya kian meminati beragam produk properti di Australia seiring dengan makin meningkatnya kesadaran mereka untuk berinvestasi di luar negeri.
"Kondisi itu terlihat dari lima unit hunian yang terpesan melalui pameran Surabaya Property Expo yang berlangsung antara 12-21 September ini. Padahal, kami baru pertama kali ikut pameran tersebut," kata CEO Skye Realty Indonesia, Hendri Liem, ditemui di sela Surabaya Property Expo, di Surabaya, Kamis (18/9).
Hal tersebut, ungkap dia, di luar ekspektasi perusahaan jasa penjualan properti di Australia karena selama ini tujuan utama mengikuti pameran sekadar menunjukkan ragam produk hunian maupun perkantoran di sana. Ternyata animo masyarakat Surabaya untuk membeli rumah di Negeri Kanguru sangat besar.
"Khususnya mereka yang menyekolahkan anaknya di Australia atau memiliki bisnis di negara tersebut," katanya. Untuk itu, yakin dia, sampai akhir tahun 2014 ditargetkan bisa menjual hingga di posisi 30 unit hunian. Bahkan, angka tersebut seluruhnya dari pembeli Surabaya.
"Kalau dihitung secara nasional, ya bisa lebih dari 30 unit. Tapi untuk pameran ini, kami targetkan bisa menjual 15-20 unit," katanya.
Pada kesempatan sama, Director International Skye Realty, Syanty Dewi, menambahkan, untuk investor Indonesia pihaknya siap memberikan layanan penuh mulai dari sistem legal di notaris yang cukup ditangani di Indonesia dan lainnya. "Pembeli hanya perlu bayar uang muka 10 persen sekarang, kami langsung mengurus surat-suratnya di Australia," katanya.
Terkait besarnya animo orang Indonesia membeli rumah di Australia, sebut dia, juga dipengaruhi tingginya harga jual properti di sana yang sampai sekarang bisa meningkat dua kali lipat dibandingkan harga awal. Apalagi, di negara itu sektor properti tidak berdampak pada buble economy. "Salah satunya karena pemerintah di sana sangat fokus dalam mengembangkan perekonomian," katanya.
Secara umum, lanjut dia, dari banyaknya warga negara asing yang membeli hunian di Australia maka pembeli asal Indonesia menempati peringkat kedua setelah Cina. Sampai sekarang Cina menempati peringkat pertama dengan kontribusi 40 persen.
"Indonesia menyumbang 30 persen, Malaysia 5 persen, dan sisanya orang lokal Australia," katanya.