REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran DPR RI menyepakati postur pinjaman luar negeri dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 yang diusulkan oleh pemerintah sebesar Rp 23,8 triliun.
"Kami menerima usulan pemerintah," kata Ketua Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2015 Yasona Laoly saat memimpin rapat dengan pemerintah di Jakarta, Kamis (18/9).
Penarikan pinjaman luar negeri untuk program berasal dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Untuk penarikan pinjaman proyek berasal dari Jepang, Tiongkok, Jerman, Korea Selatan, Bank Dunia, Bank Pembangunan Islam (IDB) dan ADB, serta kreditur komersial.
Pinjaman proyek kementerian lembaga digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan serta fasilitas pendidikan perguruan tinggi negeri yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain itu, pinjaman luar negeri dimanfaatkan untuk pengadaan alutsista dan almatsus yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan dan Polri dalam rangka pemenuhan kekuatan dasar minimum (minimum essential forces/MEF).
Sedangkan, pinjaman yang diterushibahkan digunakan untuk proyek mass rapid transit (MRT) DKI Jakarta dan water resources and irrigation sector management project phase II (WISMP II) di 115 pemerintah kabupaten/kota. Dalam kesempatan tersebut, pemerintah juga mendapatkan persetujuan dari Rapat Panja terkait rencana pembiayaan utang tahun anggaran 2015 lainnya yaitu pinjaman dalam negeri yang telah disepakati sebesar Rp 1,62 triliun.
Namun, postur penerbitan Surat Berharga Negara (netto) sebesar Rp 304,91 triliun belum mendapatkan persetujuan, karena masih menunggu postur pagu belanja subsidi energi yang belum dilakukan pembahasan dalam rapat Panja.
Pelaksana Harian Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Purwiyanto memastikan pemerintah masih menerbitkan surat berharga negara sebagai salah satu instrumen pembiayaan untuk menutup defisit anggaran tahun 2015.
"Alokasi penerbitan SBN masih didominasi domestik sebesar 80 persen dan internasional 20 persen. Dari alokasi tersebut, penerbitan SUN mencapai 80 persen dan sisanya, sukuk sebanyak 20 persen," ujarnya.