Sabtu 20 Sep 2014 17:52 WIB

Rabiah Al-Adawiyah, Ibunda Para Sufi (2-habis)

Dengan sikap dan kesalehannya, Rabiah mulai terkenal sebagai seorang alim yang zuhud.
Foto: Sojo.net/ca
Dengan sikap dan kesalehannya, Rabiah mulai terkenal sebagai seorang alim yang zuhud.

Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti  

Satu ketika Rabiah terpisah dengan ketiga saudaranya, dia pun hidup sendiri. Rabiah kemudian diculik dan dijual sebagai budak seharga enam dirham pada seorang pedagang.

Dia diperlakukan dengan kejam dan kasar oleh majikannya. Namun, Rabiah mengisi hari-harinya dengan sabar. Siang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan tuannya, malam ia gunakan untuk bermunajat kepada Rabb-Nya.

Suatu malam tuannya terjaga dari tidur. Ia kemudian melihat ke jendela di mana terlihat Rabiah sedang sujud dan berdoa, “Ya Allah, Engkau tahu hasrat hatiku adalah untuk mematuhi perintah- Mu. Jika aku dapat mengubah nasibku ini, niscaya aku tidak dapat beristirahat barang sebentar pun dari mengabdi kepada-Mu.”

Menyaksikan peristiwa itu, tuan Rabiah merasa takut dan termenung hingga fajar. Pagi-pagi ia memanggil Rabiah dan membebaskannya.

Tuannya tersebut sempat menawarkan untuk tinggal di rumahnya. Tetapi, karena kezuhudannya, dia menolak dan memilih kehidupan sufistik dengan beribadah dan berkhalwat pada Allah SWT.

Rabiah kemudian berkelana di daerah padang pasir. Ia menyendiri, tidak menikah, dan enggan menerima bantuan materi dari orang lain. Dengan sikap dan kesalehannya, namanya mulai terkenal sebagai seorang alim yang zuhud.

Beberapa sufi yang terkenal di zaman itu pun banyak yang datang mengunjungi Rabiah untuk berguru. Beberapa yang sempat mendatangi majelis Rabiah adalah Malik bin Dinar, Sufyan as-Sauri, dan Syaqiq al-Balkhi.

Pengalaman kesufian ia peroleh bukan lewat jalur guru. Melainkan dari pengalaman hidupnya yang penuh liku. Ia tidak meninggalkan ajaran tertulis langsung dari tangannya. Ajarannya banyak disampaikan oleh para muridnya dan ditulis setelah Rabiah wafat.

Terdapat beberapa keterangan mengenai tahun wafatnya Rabiah. Ada yang menybut pada 135 H/752 M, yang lain menyebut 185 H/801 M. Begitu juga dengan tempat ia dikuburkan. Ada riwayat yang menyebut Rabiah dimakamkan di Yerusalem, ada yang menyebut di Basrah dekat tempat kelahirannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement