REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN -- Sierra Leone menerapkan larangan keluar rumah selama tiga hari bagi enam juta warganya. Sebagian besar warga mematuhi larangan tersebut.
Hampir 30 ribu relawan dan pekerja kesehatan dikerahkan untuk membagikan sabun dan memberi informasi mengenai cara mencegah ebola. Di ibukota Freetown, jalanan kosong.
Sebuah tim yang terdiri dari empat orang pergi dari rumah ke rumah. Mereka membawa membawa paket sabun, kartu berisi informasi gejala ebola, stiker untuk menandai rumah yang telah dikunjungi dan daftar untuk mencatat kasus dugaan ebola.
Di antara relawan tersebut adalah Idrissa Kargbo, seorang pelari marathon dunia. Kargbo mengatakan warga Freetown bersyukur didatangi relawan yang memberi informasi tentang ebola.
"Sejumlah orang masih menyangkal, tapi sekarang di sebagian besar rumah yang kami masuki mereka mempersilakan masuk dan meminta diajarkan apa yang harus dilakukan untuk mencegah ebola. Tidak ada yang terganggu dengan kehadiran kami," kata dia, Sabtu (20/9).
Pemerintah Sierra Leone berharap larangan keluar rumah selama tiga hari itu bisa membantu memerangi ebola. Dalam pidatonya sebelum pembatasan dilakukan Presiden Ernest Bai Koroma mengatakan keberlangsungan dan martabat rakyat Sierra Leone dipertaruhkan.
"Kami tidak senang harus berdiam diri di rumah, tapi presiden sudah memerintahkan begitu. Saya ingin pergi dan mencari makan untuk anak saya," kata ayah sembilan anak Abdul Koroma.
PBB mengatakan akan mulai menerjunkan tim misi khusus di markasnya di Ghana, Senin. Pesawat jet 747 yang membawa bantuan dari Clinton Global Initiative dan organisasi kemanusiaan AS lain berangkat dari Bandara Internasional John F Kennedy, Sabtu siang.
Ebola telah menginfeksi sedikitnya 5.357 orang di Afrika Barat tahun ini. Sebagian besar menyerang Sierra Leone, Guinea dan Liberia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 2.630 orang tewas. Di Sierra Leone korban tewas mencapai 562 orang.