REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Dosen Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Kuat Puji Prayitno mengatakan peran siswa atau mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi akan semakin maksimal.
Peran serta mereka dapat menjamin kelangsungan hidup berbangsa, kualitas cinta Tanah Air, kesadaran berbangsa dan bernegara, semangat juang, rela berkorban untuk bela negara, serta keyakinan ideologi negara.
Menurut dia, upaya untuk memberikan pemahaman pengetahuan tentang korupsi beserta upaya pemberantasannya dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam diri dapat dicapai melalui pendidikan.
"Hal tersebut guna menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara untuk menuju kejayaan," katanya.
Salah seorang pegiat Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari Rachman mengatakan bahwa jumlah kasus korupsi di bidang pendidikan tidak menunjukkan tren meningkat.
Akan tetapi jika dilihat dari jumlah kerugian negara, kata dia, justru menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.
Dalam hal ini, dia mencontohkan jumlah kasus korupsi di bidang pendidikan pada tahun 2003 dan 2012 sama, yakni delapan kasus.
"Namun indikasi kerugian negara pada tahun 2003 sekitar Rp19 miliar, sedangkan tahun 2012 sebesar Rp99,2 miliar. Kesimpulannya bahwa jumlah korupsi pendidikan tidak meningkat, namun kerugian negara semakin meningkat setiap tahunnya," kata dia menjelaskan.
Lebih lanjut dia mengatakan jika dilihat dari objek korupsi, dalam bidang pendidikan yang paling sering dikorupsi adalah dana alokasi khusus (DAK) karena mencapai 84 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp265,1 miliar.
Sementara untuk bantuan operasional sekolah (BOS), kata dia, merupakan kasus terbanyak kedua setelah DAK dengan jumlah 48 kasus.
Akan tetapi, kata dia, jumlah kerugian negara dari kasus korupsi dana BOS sangat kecil sehingga tidak masuk 10 besar.
"Kalau untuk korupsi sarana dan prasarana perguruan tinggi, jumlahnya sembilan kasus. Namun kerugian negaranya mencapai Rp57,7 miliar," katanya.