REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Masa depan hubungan Afghanistan dengan aliansi NATO yang dipimpin AS tertunda. Hal ini terjadi setelah Karzai menolak menandatangani satu perjanjian keamanan untuk menjamin kelanjutan kehadiran militer asing setelah tahun ini.
Komandan penting militer NATO Jenderal AS Philip Breedlove mengatakan satu pemerintah persatuan akan memungkinkan konklusi segera perjanjian itu. Abdullah, mantan petempur perlawanan anti-Taliban mendapat dukungannya dari etnuik Tajikistan dan kelompok-kelompok etnik utara lainnya. Ghani, mantan ahli ekonomi Bank Dunia, didukung etnik Pashtun dari daerah selatan dan timur.
Menurut rancangan dokumen pemerintah persatuan yang diperoleh AFP, CEO akan menjadi "perdana menteri eksekutif dalam waktu dua tahun --satu perubahan penting dari bentuk pemerintah yang dijalankan Afghanistan sejak tahun 2001.
Setelah pemilu Juni selesai ada tuduhan-tuduhan kecurangan, AS menengahi satu persetujuan untuk mematuhi hasil audit dalam delapan juta surat suara dan kemudian membentuk satu pemerintah persatuan nasional.
Tetapi Abdullah kemudian meninggalkan audit itu dengan mengatakan audit itu tidak menyeleaikan masalah kecurangan itu. Ia menang dalam babak pertama pemilu April, tetapi Ghani dalam putaran kedua Juni meraih kemenangan yang disengketakan.
Pamerintah baru itu harus menstabilkan ekonomi sementara bantuan internasional mengalami penurunan, dan juga harus menangani aksi kekerasan yang memburuk di seluruh negara itu.
Usaha-usaha untuk membuat satu proses perdamaian dengan Taliban mengalami kegagalan dalam pemerintah Karzai dan mungkin akan dimulai kembali.
Sebanyak 2.312 warga sipil tewas dalam delapan bulan pertama tahun ini, meningkat 15 persen dari tahun 2013. Sekitar 41 ribu tentara NATO tetap berada di Afghanistan, menurut dari 150 ribu persen pada saat puncaknya tahun 2010, berperang bersama tentara Afghanistan dan polisi melawan pemberontak Taliban.
Pasukan tempur NATO akan mengakhiri missi mereka Desmber. Jika satu perjanjian ditandatangani, satu pasukan berkekuatan 12 ribu personel akan tetap berada di negara itu sampai tahun 2015 untuk missi pelatihan dan tugas-tugas dukungan.