REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat politik pada Universitas Nasional, Alfan Alfian, mengatakan sikap Partai Demokrat yang menyatakan mendukung Pilkada langsung dinilainya masih multitafsir.
"Apakah nanti di Paripurna DPR, Demokrat akan tetap mendukung Pilkada langsung atau berubah," tutur Alfan kepada Republika, Senin (22/9).
Hal itu menurutnya, karena 10 catatan partai sebagai syarat mendukung Pilkada langsung sangat berat untuk diimplementasikan dalam pasal RUU Pilkada. Menurut Alfan, syarat tersebut normatif dan sangat ideal. Sementara, para elit dalam Pilkada langsung belum tentu menjamin bahwa penyimpangan dalam pemilu tidak terjadi lagi.
Apalagi di era reformasi ini tuturnya, pemilu tidak mungkin dilakukan dengan sangat bersih. Karena sistem pemilu itu sendiri masih memberikan kesempatan pada elit untuk melakukan praktik money politic. Sedangkan, rakyat di negara ini menurutnya masih pragmatis transaksional.
Ia mengatakan, Partai Demokrat bisa saja pada akhirnya mendukung Pilkada langsung, apalagi jika ada deal politik dengan koalisi pemerintah. Namun jika tidak ada kesepakatan, Demokrat tidak akan mendukung Pilkada langsung dikarenakan persyaratannya tidak terpenuhi.
Akan tetapi menurutnya, Demokrat bisa saja membebaskan anggotanya untuk memilih di antara kedua opsi Pilkada. Jika tidak terjadi perpecahan suara di Demokrat, kubu pemerintah jelas akan menang. "Demokrat bisa saja memilih untuk mendukung Pilkada langsung, atau Pilkada oleh DPRD dan atau absen," tambahnya.