REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Nasional, Alfan Alfian, mengatakan ketidakhadiran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Rakernas IV PDI-Perjuangan sebagai cara PKS menjaga jarak dari iming-iming kekuasaan di pemerintahan.
"PKS ingin menunjukkan dirinya konsisten sebagai oposisi, karenanya menjaga jarak dari hal iming-iming kekuasaan dari pemerintahan," tutur Alfan kepada Republika, Senin (22/9).
Hal itu karena menurutnya, masa penentuan politik dan kabinet kini adalah suasana yang sensitif. Sikap partai akan menimbulkan makna politik yang multitafsir.
Dalam hal ini, terdapat beban psikologi politik ketika PKS sebagai bagian Koalisi Merah Putih menghadiri pertemuan partai pemerintahan. Apalagi tuturnya, di saat peluang dan iming-iming kekuasaan terbuka lebar.
Akan tetapi jika pemerintahan sudah terbentuk, sikap PKS tersebut menurutnya akan berubah. PKS akan bersedia menghadiri undangan pemerintah.
Sikap menjaga jarak itu menurut Alfan bukan semata-mata karena perbedaan faktor ideologi, melainkan faktor konsolidasi partai.
Ia menambahkan, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga tidak perlu merangkul PKS. Koalisi Jokowi-JK tuturnya dapat merangkul partai yang lain, seperti PAN dan PPP. Dan itu menurutnya sudah cukup mengimbangi jumlah kursi di parlemen.
"Strategi Jokowi sebaiknya membiarkan PKS menjadi oposisi, karena tidak mungkin pemerintah berjalan tanpa ada penyeimbang," pungkasnya.