REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus suap yang menjerat Bupati Biak Numfor, Papua non aktif Yesaya Sombuk mengundang kekhawatiran Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mereka miris dengan polah Yesaya yang baru menjabat sebagai bupati selama lima bulan namun sudah berulah korup.
Majelis Hakim menyayangkan sepak terjang Yesaya yang bukannya terketuk untuk berbuat baik bagi tanah Papua. Untuk itu, Majelis Hakim pun meminta Yesaya untuk memberikan penjelasan dan permohonan maaf kepada warga Papua khususnya Biak Numfor.
“Perbuatan saudara terdakwa ini harus saudara jelaskan ke masyarakat dan pendukung saudara di sana,” kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia kepada Yesaya di Pengadilan Tipikor Senin (22/9).
Hakim Artha mengatakan, pengakuan Yesaya bahwa benar telah menerima suap terkait proyek rekonstruksi tanggul laut (talut) Kabupaten Biak Numfor, Papua, cukup untuk mengambarkan semuanya. Para pendukungnya tentu telah mengetahui apa yang sebetulnya dilakukan oleh bupatinya selama ini.
“Saudara baru sebentar kan menjabat, tolong beri mereka pengertian terkait hal ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, Hakim Artha juga sempat menyoroti kebiasaan mewah Yesaya selama menjabat sebagai bupati. Yakni, rutinitas bermain golf di luar Biak Nomfur atau bahkan hingga ke Jakarta.
“Itu jangan jadi kebiasaan, karena teralu mewah. Ingat, saudara terdakwa belum sempat berbuat banyak untuk Papua,” pesan Hakim Artha.
Dalam persidangan ini, Yesaya mengakui dugaan suap yang disematkan kepadanya. Yakni, dakwaan telah menerima suap dari Direktur PT Papua Indah PerkasaTeddy Renyut sebesar SGD 63 ribu dan SGD 37 ribu, atau setara Rp 947,3 juta. Suap ini dilakukan agar Teddy dapat mengerjakan proyek rekonstruksi tanggul laut (talut) Kabupaten Biak Numfor di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal tahun anggaran 2014.