REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak dipisahkan pada tahun 1999 silam, hingga saat ini bentrokan antara TNI dan Polri masih terus terjadi. Hingga tahun 2014, tercatat hampir 200 kali kedua instansi itu terlibat bentrokan.
Pengamat Militer dari Universitas Padjajaran, Muradi menilai ada tiga faktor utama mengapa anggota TNI dan Polri kerap terlibat bentrokan. Ia mengatakan faktor pertama adalah menyangkut jiwa korsa.
"Pasca pemisahan polisi dan TNI, terdapat perasaan 'keakuan' yang sangat luar biasa," ujarnya saat dihubungi, Selasa (23/9).
Muradi melanjutkan kuncinya sekarang ada di polisi, karena sebelum reformasi TNI lebih kaya atau berpengaruh. Hanya saja kini sebaliknya, polisi lebih kaya dibandingkan TNI. Faktor kedua menyangkut taliwang atau aset bisnis. Muradi menjelaskan sekarang polisi juga memonopoli aset bisnis.
"Misalnya seperti kasus di Batam kemarin, tentang penimbunan BBM, keduanya terlibat, namun polisi tampak lebih menguasai," jelasnya.
kemudian faktor ketiga, berkaitan dengan inferioritas atau sikap rendah diri, terutama secara ekonomi. Ia mencontohkan, di Kabupaten garut mobil dinas Polres bermodel Sport Ranger, sedangkan TNI hanya Panther, sehingga ada kesenjangan keduanya pasca pemisahan.
Bahkan anggaran TNI hanya sebesar Rp 87 triliun per tahun, dan dibagi lima, untuk Markas Besar TNI, Kemhan, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Angkatan Darat. Sedangkan anggaran polisi, meski cuma Rp 47 triliun, tetap tak perlu dibagi ke lembaga lainnya.
"Sebenarnya anggaran untuk keduanya masih kurang, negara belum bisa menyejahterakan para prajurit atau pun personil polisi," katanya.
Muradi mengungkapkan, penyebab utama bentrok polisi dan TNI sebenarnya terjadi, karena negara. Ia menjelaskan, gaji TNI dan Polisi paling rendah sebesar Rp 3,2 juta, padahal idealnya Rp 7,8-8,5 juta per bulan.
Ketua Pusat Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran ini berpendapat, anggaran dan gaji yang tak memadai dari negara mendorong Polisi dan TNI untuk mendapatkan uang secara ilegal, dan menyebabkan bentrok keduanya kerap terjadi.
"Sebenarnya kasus semacam ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat dan Jepang, hanya saja bila negara sudah memenuhi tanggung jawabnya secara benar, grafiknya akan menurun," tegasnya.
Ia menambahkan bila pemerintah belum bisa membenahi kesejahteraan para prajurit TNI dan polisi, maka bentrok antara keduanya akan meningkat di masa depan.