Selasa 23 Sep 2014 21:09 WIB

Sistem Rekrutmen Pejabat Politik, Kunci Perangi Korupsi

Rep: C91/ Red: Djibril Muhammad
Ade Irawan (tengah) menyambut kedatangan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kiri) saat berkunjung ke Kantor ICW, Jakarta, Selasa (15/7). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ade Irawan (tengah) menyambut kedatangan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kiri) saat berkunjung ke Kantor ICW, Jakarta, Selasa (15/7). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan, agar dibentuk lembaga pengawasan khusus yang langsung di bawah Presiden untuk mengawasi birokrasi.

Koordinator ICW Ade Irawan mengungkapkan, setengah dari 1300 kasus korupsi, terjadi di kalangan birokrat.

"Selama ini Inspektorat Jenderal yang ada di kementerian malah melakukan justifikasi tindakan menteri atau birokrat di dalamnya. Jadi ya percuma ada pengawas internal," kata Koordinator ICW Ade Irawan dalam diskusi publik 'Strategi Mencapai Efektifitas dan Efisiensi Pemerintahan Jokowi-JK', di Hotel Haris, Jakarta, Selasa, (23/9).

Ade menambahkan, selama ini yang ditangkap aparat penegak hukum hanyalah bawahan yang sifatnya sebagai operator. Sedangkan atasan yang menyuruh justru aman. Ia menjelaskan, kejadian itu ibarat buah simalakama bagi birokrat.

"Meski mereka tahu itu tindakan korupsi, tetapi kalau mereka tidak jalankan bisa dipecat sama atasannya," jelasnya.

Ia juga menyarankan kepada Jokowi-JK untuk melebur pengawas internal di kementerian menjadi lembaga khusus langsung di bawah presiden atau independen

Jokowi harus menepati janjinya untuk tak menempatkan elit politik yang memiliki jabatan strategis di partai politik menjadi menteri. Ade berpendapat, mekanisme pemilihan menteri yang dilakukan Jokowi sebenarnya sudah bagus, namun dirinya khawatir akan diubah lagi.

Menurutnya, kuncinya memang ada pada rekrutmen pejabat politik, jangan sampai transaksional. Hanya saja ia menegaskan, bukan berarti kader dari partai politik tak boleh menjadi menteri. "Selama ini adanya politik dagang sapi. Kementerian jadi sumber logistik dan mesin uang partai," katanya.

Ia pun menghawatirkan, proses penunjukan kursi menteri di pemerintahan Jokowi-JK juga syarat kepentingan politik. Ade menyatakan, hal ini harus dihindari Jokowi-JK demi menciptakan pemerintahan efektif dan efisien.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement