REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan, agar dibentuk lembaga pengawasan khusus yang langsung di bawah Presiden untuk mengawasi birokrasi.
Koordinator ICW Ade Irawan mengungkapkan, setengah dari 1300 kasus korupsi, terjadi di kalangan birokrat.
"Selama ini Inspektorat Jenderal yang ada di kementerian malah melakukan justifikasi tindakan menteri atau birokrat di dalamnya. Jadi ya percuma ada pengawas internal," kata Koordinator ICW Ade Irawan dalam diskusi publik 'Strategi Mencapai Efektifitas dan Efisiensi Pemerintahan Jokowi-JK', di Hotel Haris, Jakarta, Selasa, (23/9).
Ade menambahkan, selama ini yang ditangkap aparat penegak hukum hanyalah bawahan yang sifatnya sebagai operator. Sedangkan atasan yang menyuruh justru aman. Ia menjelaskan, kejadian itu ibarat buah simalakama bagi birokrat.
"Meski mereka tahu itu tindakan korupsi, tetapi kalau mereka tidak jalankan bisa dipecat sama atasannya," jelasnya.
Ia juga menyarankan kepada Jokowi-JK untuk melebur pengawas internal di kementerian menjadi lembaga khusus langsung di bawah presiden atau independen
Jokowi harus menepati janjinya untuk tak menempatkan elit politik yang memiliki jabatan strategis di partai politik menjadi menteri. Ade berpendapat, mekanisme pemilihan menteri yang dilakukan Jokowi sebenarnya sudah bagus, namun dirinya khawatir akan diubah lagi.
Menurutnya, kuncinya memang ada pada rekrutmen pejabat politik, jangan sampai transaksional. Hanya saja ia menegaskan, bukan berarti kader dari partai politik tak boleh menjadi menteri. "Selama ini adanya politik dagang sapi. Kementerian jadi sumber logistik dan mesin uang partai," katanya.
Ia pun menghawatirkan, proses penunjukan kursi menteri di pemerintahan Jokowi-JK juga syarat kepentingan politik. Ade menyatakan, hal ini harus dihindari Jokowi-JK demi menciptakan pemerintahan efektif dan efisien.