Kamis 25 Sep 2014 09:04 WIB

Minta Mubahalah, Anas Merasa Dizalimi?

Rep: C73/ Red: Erik Purnama Putra
Mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, mengatakan, mubahalah memang tidak diatur dalam hukum positif di Indonesia. Permintaan nubahalah kepada hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dilontarkan Anas Urbaningrum menurutnya adalah ekspresi keyakinan bahwa ia tidak merasa bersalah.

"Itu sebagai pesan politik yang disampaikan Anas. Ia punya pesan kuat pada publik, bahwa ia merasa di dzalimi. Bukan pada pesan merubah putusan hukum, tapi pada tidak suka ia merasa dituduhkan," kata wakil ketua Komisi III DPR itu kepada Republika, Rabu (24/9).

Namun demikian tuturnya, majelis hakim tidak perlu menerimanya. Karena mubahalah itu sifatnya tidak main-main dan mempunyai konsekuensi religius. Menurutnya, mubahalah disebutkan dalam Alquran surat Al  Imran Ayat 61.

Di dalamnya disebutkan, mubahalah adalah saling mengklaim sebagai pihak yang benar dan siap dilaknat Allah jika dirinya ternyata salah. Dalam sejarahnya, Rasulullah pernah menantang dilakukannya Mubahalah pada orang Yahudi, yang tidak yakin dan menghina Islam pada saat itu.

Rasul kemudian mengajak orang-orang terdekatnya untuk menyaksikan Mubahalah tersebut. Namun, kaum Yahudi tidak berani dan meninggalkan Rasulullah.  Menurutnya, baiknya Anas menantang komisioner KPK, jika hakim dan KPK tidak berani menghadapi permintaan terpidana, maka secara moral Anas menang.

Walaupun itu tidak bisa mengubah putusan hakim, ujar dia, namun itu sangat berarti dalam pesan moral pada publik dan pada hakim dalam proses banding dan kasasi. Demikian agar mereka lebih hati-hati dan yakin pada putusan hukum mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement